Hari ini, saya mendapatkan pelajaran berharga tentang rezeki, saat belanja di Pasar Gegerkalong, Bandung membeli beras ketan hitam yang ditepungkan untuk istri.
Bagaimana rezeki itu memang rahasia ilahi dan penting bagi kita untuk selalu berprasangka baik kepada Sang Pencipta, Allah Azza wa Jalla.
Berangkat pagi sambil latihan lembutkan hati
Salah satu momen yang saya suka ketika keluar rumah yakni berangkat pagi-pagi. Suasananya syahdu, sepi, dan udara masih segar.
Selain itu saya juga banyak melihat pedagang yang telah menjajakan dagangannya pagi buta.
Masyaa Allah, di saat yang lain ada yang masih istirahat atau masih di rumah. Mereka sudah ikhtiar menjemput rezeki di pagi hari.
Tak lupa, sambil naik motor saya mendoakan mereka, “Ya Allah berkahi dan lancarkan!” Harapannya, semoga Allah anugerahkan pada para pedagang rezeki yang lancar dan berkah. Bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin
Teringat perkataan salah seorang ustadz bahwa, saat kita mendoakan orang lain, sejatinya kita sedang mendoakan diri kita sendiri. Maksudnya doa itu akan kembali pada yang mendoakan. Masyaa Allah, tak ada yang rugi memang di Islam itu.
“Tidaklah seorang muslim mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan dia, melainkan malaikat akan berkata, ‘Dan untukmu juga‘.”
(HR. Muslim)
Dampak di hati serasa lebih tenang dan damai. Asyik gitu. Sambil motoran, menikmati pagi, sekaligus bersyukur dengan cara mendoakan orang lain.
Lantaran kita tak pernah tahu, dari doa yang mana, Allah akan kabulkan doa-doa kita. Entah dari amalan yang mana, Allah akan terima. Tapi yang pasti, tak ada ruginya selalu berdoa kepada Allah. Allah Azza wa Jalla pun suka dengan doa-doa hambaNya.
Pelajaran berharga tentang rezeki saat mencari tukang tepung
Alhamdulillah pagi itu, seperti biasa pasar ramai. Parkiran penuh dengan sepeda motor lalu lalang. Ada motor masuk untuk parkir, ada juga yang keluar setelah selesai belanja.
Sebelum masuk pasar, banyak para pedagang sudah menggelar dagangannya. Ada yang jual sayur mayur, buah-buahan, umbi-umbian, dan kebutuhan lainnya.
Seolah-olah saya datang disambut oleh mereka sambil berkata, “Selamat datang pak, mau cari apa? Sini beli dagangan saya.”
Saya memilih untuk membeli beras ketan hitam di dalam pasar. Karena nantinya beras itu harus ditepungkan lagi, sama istri mau dipakai untuk kue.
Suasana pasar saat itu agak becek, maklum kemarin siang dan malam harinya Bandung diguyur hujan. Beberapa langkah dari parkiran motor, saya sudah menemukan pedagang beras ketan hitam. Saya beli 1 kg.
Terus saya tanya, apakah bisa di sini menempungkan berasnya? Ternyata enggak bisa. Dan saya diberi tahu, kalau ada tukang tepung beras di tengah pasar.
Saya pun menuju ke sana, sambil lihat-lihat. Ada yang jual sayur, ikan, tempe, dll. Ya khas pasar Indonesia pada umumnya lah.
Terus saya nanya lagi ke seorang bapak, ada katanya di belakang, terus belok kiri. Pas sampai lokasi bingung lagi, karena dilihat-dilihat belum ketemu targetnya.
Ada diujung kiri, bunyi mesin penggiling, setelah didekati, ternyata itu penggiling daging. Saya tanya lagi deh, ke ibu-ibu penjual daging ayam.
Beliau jawab ada dibelakang. Kemudian ibu itu tanya ke seorang bapak, “Penggilingnya buka?” “Buka,” jawabnya.
Saat saya menolah ke samping, ternyata ada bapak tua yang sedang berjalan ke arah saya. Saya pun memberikan sekantong plastik hitam berisi beras ketan hitam 1 kg.
“Ini berasnya basah enggak?” Tanya bapak tukang tepung.
“Enggak pak, saya baru beli. Kenapa emang pak?”
“Kalau basah, nanti lengket ke mesin penggiling, hanya keluar suara saja tapi gak jadi tepung,” jawabnya.
Saya akhirnya mengikuti bapak tersebut menuju ke lokasi tokonya yang berada di belakang pasar. Dan saya juga mendapati beliau jualan singkong dengan harga Rp 7.000/kg dan ubi ungu Rp 8.000/kg. Jenis umbian yang saya sedang cari juga sejak kemarin.
Setelah beberapa menit, beras itu telah jadi tepung beras hitam, dan sekalian saya beli dua umbi untuk dihadiahkan ke istri tercinta.
Hikmahnya
Rezeki, walau jauh akan sampai juga
Pagi itu rezeki bapak tua tersebut. Saya harus berjalan ke sana kemari untuk mencari tukang penggiling tepung. Bertanya ke beberapa penjual sebelum akhirnya menemukan beliau.
Walau lokasi tokonya di belakang, kalau itu sudah rezeki beliau pagi itu ya akan sampai juga.
Bahkan yang sebelumnya niatnya cuma menggiling tepung dengan biaya Rp 5.000,-. Saya akhirnya beli juga dua umbi dengan total harga Rp 15.000,-. Jadi total keseluruhan yang harus saya bayar Rp 20.000,-.
Masyaa Allah. Itulah rezeki.
Selama kita masih hidup, berarti rezeki kita tetap ada. Allah akan berikan rezeki kita, di mana pun berada. Kita tinggal bergerak saja.
Berdoa dan berusahalah, Allah akan kasih jalan
Hikmah lainnya, yang penting untuk diambil pelajaran yakni, jangan menyerah, teruslah bergerak! Usaha yang diiringi dengan doa, Allah pasti akan mudahkan jalannya.
Seperti pagi ini, Allah mudahkan saya untuk membeli beras ketan hitam, hingga menjadikannya tepung. Alhamdulillah
Jangan berhenti bergerak!
Ustadz Abdul Somad
Penutup
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat untuk pembaca dalam mengarungi kehidupan. Teruslah bergerak, berprasangka baiklah selalu kepada Allah.
Semoga Allah karuniakan kepada kita semua kelancaran, keberkahan dan kebahagiaan hidup baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Aamiin