Hingga memasuki catatan keempat ini, banyak hal yang sebenarnya ingin aku ceritakan pada pembaca.
Banyak coretan yang tergores dibuku kotak-kotakku. Selama pelatihan FIM berlangsung, aku telah banyak mencatat poin-poin penting dari pemateri.
Caraku, agar aku mudah mengingat dan mengabadikan makna dalam pikir, kemudian mengaplikasikan. Terakhir membagikannya pada khalayak umum.
Kali ini aku ingin berbagi kisah tentang Bu Helvy Tiana Rosa. Sosok penulis yang luar biasa dengan beragam karya, founder FLP (Forum Lingkar Pena), dan idealismenya untuk pembuatan film Ketika Mas Gagah Pergi.
Sungguh sebenarnya, aku hanya sekadar tahu beliau. Tahu karya-karyanya, dan belum pernah membaca dan melihat hasil kreasinya. Entah kenapa, walau sebenarnya sudah banyak teman yang telah membaca, melihat, dan bertemu langsung dengan beliau.
Sore itu, tanpa kusadari sebelumnya, ternyata Bu Helvy dengan baju muslimah dan tas ransel telah siap untuk mengisi materi di pelatihan FIM.
Ha… luar biasa pikirku. Aku yang saat itu duduk dibelakang sendiri sisi kanan melihat beliau dengan tatapan takjub.
Sosok luar biasa itu, yang telah melalang buana berada di depan saya. Memberikan nutrisi abadi pada saya yang katanya, penulis.
Izinkan aku untuk menceritakan kondisi waktu itu. Aku benar-benar mengingatnya, walau tak mampu merinci sedetail mungkin.
Sore itu, pematerinya tiga orang, dari sekitar pukul 4 sore sampai 6 malam. Kalau saya perkirakan waktunya 20 menitan untuk sesi presentasi materi tiap pemateri.
Bu Helvy memberikan materi kedua, aku memperhatikan dan merasakan apa yang beliau sampaikan, sambil mencatat poin-poinnya.
Maka ditulisan kali ini, aku akan berbagi poin-poin yang disampaikan beliau, dan mencoba untuk menjabarkannya. Semoga memberi manfaat untuk kita semua. Serta kita menjadi generasi penerus seperti beliau. Berjuang, berbagi, dan memberi cahaya lewat karya-karya penuh makna.
Pertama jadilah pelari, bukan pincang
Membaca gak menulis itu, seperti orang bisa jalan tapi pincang, tutur beliau.
Beliau mengingatkan padaku dan semua orang di seluruh ruangan, jika ingin menjadi penulis harus suka membaca buku. Jika ingin menjadi penulis yang berhasil dan fenomenal, harus jadikan buku sebagai hembusan nafas.
Sampai saat ini, aku masih jarang/belum haus untuk baca buku. Kadang satu buku, baru habis dua minggu/satu bulan lamanya.
Pertemuanku dengan Bu Helvi, membuka mata, jika aku benar-benar ingin menjadi penulis, yang benar-benar penulis, bukan setengah penulis. Maka makanan tiap hari adalah membaca.
Aku pikir-pikir lagi, semua tokoh yang sukses di dunia dan berpengaruh, mereka selalu bersahabat dengan buku.
Dr. Aidh Al-Qarni dalam bukunya La Tahzan, memberikan nasihat, “Buku adalah sebaik-baik teman duduk.”
Kedua semua orang bisa nulis dan buat film
Kalimat kedua yang menggelegar dan seperti menonjokku adalah, “Semua orang bisa nulis dan buat film.”
Itu adalah kalimat dari Bu Helvy. Dibuktikan dengan adiknya, Asma Nadia yang tidak memiliki latar belakang penulis, bisa seperti sekarang, berkat bimbingan dari beliau.
Terus aku pikir-pikir lagi, betul juga. Semua manusia suka curhat dan bicara. Itu dua modal awal yang bisa digunakan untuk menghasilkan konten/tulisan.
Tinggal apa yang kita bicarakan, direkam dalam bentuk tulisan. Saya sendiri bisa nulis seperti ini, baru 2012 saat di kampus. Kemudian belajar buat video, baru tahun ini.
Artinya, bisa tidaknya seseorang menjadi penulis dan pemuat film, ditentukan dengan pertanyaan, “Seberapa komitmen kita mengejar dua hal itu?”
Ketiga, tingkat peradaban suatu negeri ditentukan dari banyaknya penulis dan pembaca buku
Milan Kundera, penulis asal Ceko berkata, “Jika ingin menghancurkan suatu negara. Maka hancurkanlah buku-bukunya. Maka bisa dipastikan negara tersebut akan hancur.”
Kemarin Bu Helvy juga bilang, peradaban suatu negeri bisa dilihat dari minat baca dan karya tulis yang dihasilkan tiap tahunnya.
Hem… kita tak perlu menyalahkan siapa pun. Menurutku, terpenting saat ini, yuk kita mulai dari diri sendiri dan keluarga. Bagi Anda yang akan membangun keluarga/sudah berkeluarga, yuk biasakan budaya baca dan nulis sejak dini.
Langkah kecil ini, jika dilakukan bersama-sama akan berdampak luar biasa ke depannya.
Keempat, utamakan anak untuk konsumsi buku tiap harinya
Tahukah Anda, ternyata kecilnya Bu Helvy penuh perjuangan, dari keluarga yang sederhana di pinggir rel kereta api. Beliau dan adiknya dididik oleh sang ibu untuk biasakan baca buku tiap harinya.
Sampai-sampai buku-buku itu pinjam ditetangga. Kebiasaan yang ditanam oleh sang ibu mendarah daging pada beliau dan adiknya. Hasilnya beliau menjadikan buku seperti sahabatnya sendiri.
Pendidikan semacam ini yang nantinya bisa saya terapkan pada keluarga. Sejak kecil, bahkan sebelum anak lahir saya dan istri esok akan berkomitmen membiasakan keluarga untuk membaca buku dan Al-Quran.
Hal ini juga sudah diterapkan oleh Fauzil Adhim pada anak-anaknya sejak kecil. Alhasil anak-anaknya kutu buku.
BACA JUGA: 5 Langkah Membuat Anak Gila Membaca Sejak Bayi Ala M. Fauzil Adhim
Kelima optimisme, konsisten, dan tekad itu harus
Aku melihat perjuangan luar biasa dari sosok Bu Helvy. Bagaimana ia belajar baca puisi, menulis, dan optimisme hingga tekadnya tuk jadi seperti sekarang.
Beliau sudah banyak ditolak, dan kalau saya boleh bilang, diremehkan. Tapi, beliau tak mundur, terus maju, dengan optimis, konsisten, dan tekad kuat. Jika mundur, tentu, karya-karya beliau tidak seperti sekarang.
Kalimat beliau yang saya ingat, “Ingat nama saya ya mbak, Helvy Tiana Rosa.”
Kalimat yang beliau ucapkan saat dipandang sebelah mata oleh seorang resepsionis saat akan mengajukan buku pada penerbit besar.
Hem… memang, kerja keras tak akan hianati hasil. Semakin besar rintangan yang harus dilalui, maka hasilnya pun demikian. Beliau menceritakan sesi ini dengan penuh semangat dan dari hati.
Keenam, hidup sejarah dan karya abadi
“Hidupmu adalah sejarah dan karyamu yang mengabadikannya,” ucap Bu Helvy dengan penuh semangat.
Hem… kita di dunia ini sementara. Hidup berlalu begitu cepat. Lengah sedikit, kita sudah merugi. Padahal hidup sejatinya adalah untuk beribadah padaNya.
Maka kuncinya, agar kita bisa hidup abadi, adalah dengan berkarya. Karya kita harus memberi manfaat. Lewat karya itulah, harapannya, walau sudah tiada, aliran kebaikan tetap mengalir pada diri ini.
Kita sama-sama memiliki waktu 24 jam. Nabi Muhammad, Abu Bakar, Habibie, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Abu Jahal, Abu Lahab, dan kita memiliki waktu yang sama.
Ada yang memanfaatkan hidup untuk kebaikan, ada yang sebaliknya.
Pertanyaannya sekarang, dengan sisa waktu yang ada, kita mau gunakan seperti apa? Untuk kebaikan atau keburukan?
Jalan sudah jelas, sekarang pilihan ada ditangan masing-masing orang.
Pertemuan singkat ini membuka kesadaran bagiku. Tentang perjuangan, optimisme, dan bagaimana menjalani hidup.
Aku memiliki kesempatan yang sama seperti beliau. Aku bisa menjadi seperti beliau. Tinggal aku mau, atau tidak menjalani dan menikmati prosesnya.
Terima kasih FIM (Forum Indonesia Muda) kau telah pertemukan aku dengan sosok yang luar biasa. Lewat pertemuan ini, aku jadi kembali bergairah untuk membaca novel, khususnya karya beliau.
Sekarang aku sedang membaca novel Ketika Mas Gagah Pergi, apakah Anda sudah membacanya?
Salam rindu dan hormat dariku bu. Ingin sekali esok bisa bertemu dan belajar langsung dari ibu tentang menulis. Tentang bagaimana tulisan itu bicara dan menggerakkan seseorang untuk bergerak menuju kebaikan.
Tentang bagaimana seseorang bisa rindu dan ingin bertemu, padahal baru berkenalan lewat tulisan.
Sehat selalu Bu Helvy Tiana Rosa, semoga esok akan bermunculan Helvy-Helvy baru sebagai penerus perjuanganmu. Semoga ibu selalu istiqomah di jalanNya.
Salam dari Kota Batu.
Baru menyadari bahwa menulis harus diimbangi dengan membaca pula..
Beliau adalah salah satu penulis idola saya. Poin2 tersebut sangat bermanfaat untuk membangkitkan semangat menulis.
Nice sharing.
Smg saya bisa menanamkan anak utk giat membaca, tp kalo rutin tiap hari itu gampang2 susah.
Wah terima kasih tulisannya jadi mengingatkan saya untuk rajin baca buku. Terkdang jadi emak2 rempong itu susah bgt nemu waktu buat me time n baca bukunya. Tpi sbnernya itu nggak boleh dijadiin alasan ya. Semangatttt baca buku lagi
insya Allah bisa mas. tinggal terapkan di diri sendiri dulu, dan dibiasakan. nanti sambil ajakin anak, insya Allah mereka akan gila baca.
sama2 mbak. semoga kita tetap istiqomah baca buku. biar nulisnya makin mantap
sama2 mbak. Semoga kita bisa mengikuti jejak sukses beliau
iya maseko, harus imbang, biar mantap