Penulis: Tim 100 Hari Keliling Indonesia
Editor: Mursyidah
Penerbit: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia
Tahun Terbit: 2015
Jumlah Halaman: 236
100 Hari Keliling Indonesia: Percayakah Anda Indonesia itu Indah? Bacalah Buku Ini! — Indonesia tanah airku. Tempat di mana aku dilahirkan. Bagiku, mengenal lebih dekat dengan segala keunikannya adalah suatu keharusan. Agar kita tahu bagaimana harus bersikap, mencinta, dan bersyukur pada Sang Pencipta.
Salah satu caranya mengenal lebih dekat dengan mengelilinginya, mempelajari kearifan lokal hingga nilai-nilai yang ada ditiap-tiap daerah. Keliling Indonesia adalah salah satu mimpi saya.
Alhamdulillah hingga hari ini. Saya telah ke beberapa kota di Indonesia, baik untuk mengikuti suatu kegiatan, jadi pemateri/agenda sendiri. Seperti ke daerah di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, NTB, dan Kalimantan Barat.
Wilayah lainnya, seperti Sumatera, Sulawesi, Papua, dan pulau lain di wilayah timur, ingin segera saya kunjungi. Salah satu caranya, dengan membaca buku dan melihat film-film dokumenter.
Salah satu filmnya adalah 100 Hari Keliling Indonesia (HKI) di Kompas TV dengan host Ramon Tungka. Sebelumnya saya tidak tahu jika ada bukunya. Baru dua bulan yang lalu, saya tahu jika film dokumenter ini ada dalam bentuk buku, saat saya cari-cari buku di SCOOP.
Yaitu sebuah aplikasi buku dan konten digital. Di sana kita bisa membeli buku beragam judul baik dalam negeri dan luar negeri. Kita juga bisa membeli majalah hingga koran dalam bentuk ebook, dengan harga lebih murah dari buku cetak.
Setelah membaca buku ini, kesimpulannya. Luar biasa. Tulisan lebih bisa berbicara dan pembaca bisa hadir di tulisan itu. Seperti kata beberapa teman ketika melihat film yang diadaptasi dari buku, “Lebih bagus dan seru baca bukunya daripada lihat filmnya.”
Ya saya pun sepakat akan hal itu. Maka, jika Anda sudah pernah melihat tanyangan 100 HKI. Saya sarankan untuk membaca bukunya juga.
Keuntungan membaca buku, kita akan menjadi bagian dari cerita itu. Kita akan merasakan kesedihan, kebahagiaan, ketegangan, hingga perjuangan.
Resensi Buku 100 Hari Keliling Indonesia
Buku ini bercerita tentang pengalaman tim 100 Hari Keliling Indonesia Kompas, dimulai dari Sumatera, Kalimantan, berlanjut ke kawasan timur.
Jangan berpikir buku ini seperti panduan destinasi ke suatu tempat. Di dalamnya ada rincian wisata yang ada, kuliner khas, tempat tinggal, hingga budget yang dibutuhkan! Pasti buku semacam itu satu jam pun akan selesai dibaca dan membosankan.
Sedangkan buku ini, lebih daripada itu. Dan kalau saya gambarkan buku ini seperti novel. Anda tentu tahu dan mungkin pernah membacanya bukan?
Bagaimana pendapat Anda ketika membaca novel? Seru, menegangkan, seolah-olah Anda ada di cerita itu, dan tidak ingin ketinggalan ceritanya bukan? Ya seperti itulah gambaran buku ini. Ditulis dengan apik, menggunakan bahasa yang enak dipahami.
BACA JUGA: Puthuk Setumbu Magelang: Merekam Sisi Mistis Candi Borobudur Saat Matahari Terbit
Penulis mendeskripsikan ceritanya dengan indah. Sehingga pembaca mampu membayangkan kondisi di sana. Tak bosan saya membacanya, malah sebaliknya, ketagihan, dan ingin segera mengemasi ransel tuk melihat sendiri ibu pertiwi.
Buku ini menurut saya wajib untuk Anda baca. Baik Anda yang suka traveling, bermimpi untuk keliling Indonesia, dan lebih-lebih generasi muda. Agar Anda tahu bagaimana wajah negeri.
“Jika ingin dapatkan ilmu, pengalaman dalam waktu cepat, maka bacalah! Jika ingin tahu betapa indah Indonesia, buku ini bisa menjawabnya.”
Empat alasan membaca buku 100 HKI
Ada banyak alasan untuk membaca buku ini. Beberapa di antaranya, yaitu:
- Cerita ala backpacking. Jadi tim 100 HKI menggunakan transportasi di daerah itu. Merasakan kuliner di sana. Merasakan langsung perjuangan di lokasi tersebut. Sehingga bagi Anda yang ingin keliling Indonesia dengan budget minim/backpacking, tapi dengan pengalaman luar biasa. Buku ini bisa menjadi penambah referensi!
- Di masing-masing episode ada satu tulisan yang berkisah tentang pengalaman pribadi yang tak terlupakan oleh masing-masing tim 100 HKI. Seperti perjalanan susur Sumatera, ditulis oleh Ramon Tungka dan Kalimantan oleh Gambon Nugroho. Sehingga tulisan-tulisan ini membuat pembaca dekat, merasakan langsung, dan tak sabar untuk segera mengemas ransel susur pertiwi.
- Ditiap perjalanan ada daftar biaya pengeluaran. Sehingga bisa menjadi salah satu referensi juga.
- Buku ini tidak hanya menceritakan tentang indahnya Indonesia. Tapi juga ceritakan kondisi di lapangan yang sebenarnya dan terdapat tokoh-tokoh inspiratif di tiap daerah. Seperti cerita di Labuan Bajo, ada sosok Stevanus Rafelo (182) dan di Desa Sungai Utik, Kalimantan Barat, ada Bandi Alnak Ragai, tokoh Dayak Iban yang disegani hingga ke dunia internasional (84).
Empat cerita yang paling menarik
Semua cerita di sini menarik. Karena saya belum pernah merasakan langsung. Tapi dari beberapa cerita yang ditulis, ada beberapa kisah yang menurut saya luar biasa.
Pertama, Desa Aruk: satu langkah Malaysia, satu langkah Indonesia
Desa Aruk berada di perbatasan Indonesia Malaysia. Desa ini paling dekat dengan Malaysia, dihuni tidak lebih dari 500 jiwa. Salah satu titik poin yang membuat saya memilih cerita ini, ketika berada dikalimat berikut.
“Sayangnya keberadaan mereka (warga Aruk), seperti terlupakan. Akibatnya mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun karena bermukim didekat wilayah Malaysia.
Mereka pun terpaksa menggantungkan kehidupan pada negara tetangga. Mulai dari listrik, air, sembako hingga pendidikan. Inilah wajah lain serambi negeri yang belum terbangun (hal 55).”
Bayangkan jika kita berada di wilayah itu. Apakah kita mampu untuk bertahan? Apakah kita akan tetap memilih Indonesia ataukah Malaysia?
Kedua hutan adat di Kalimantan yang masih terjaga
Di Desa Sungai Utik, Kalimantan barat, terdapat Rumah Betang, tempatnya suku Dayak Iban tinggal. Rumah ini masih bertahan sampai sekarang, di tengah gempuran zaman. Rumah Betang memiliki panjang mencapai 150 m dan lebar hingga 50 m, serta dihuni sekitar 86 kepala kelurga dengan total penghuni sekitar 300 jiwa.
BACA JUGA: Sumber Pitu Pujon: Permata yang Tersembunyi
Uniknya dalam satu rumah mereka tetap hidup rukun selama puluhan tahun. Keunikan lainnya, Dayak Iban sampai sekarang masih menjaga kelestarian hutan adat dengan luas 6.000 Ha, di tengah kepungan perkebunan kelapa sawit. Suku ini terkenal susah dibujuk oleh cukong-cukong kayu dari Malaysia.
Bandi Alnak Ragai, seorang tokoh adat Dayak Iban yang giat melindungi hutan adat Sungai Utik. Namanya dikenal luas di dunia konservasi, baik dalam dan luar negeri. Dua dekade sudah ia menolak segala macam tawaran perusahaan kayu dari negara tetangga, pun uang miliaran rupiah dari perusahaan kelapa sawit di negeri sendiri.
“Kayu itu kawan kita, hutan itu teman kita, jangan pikir pendek. Kalau hutan diganti sawit, tanah dijual, mau makan apa anak cucu kita? Bangkai ikan? Sayur daun sawit? Manusia terlalu tamak sekarang, itulah yang bikin dia binasa,” tutur Bandi (hal 84).
Ketiga, pemusik legendaris yang hampir punah
Tim HKI bertemu dengan dua pemusik legendaris, yaitu pemain musik kacaping yang ada di Kab. Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Di perjalanan ini, tim menceritakan jika saat ini pemain musik kacaping hanya ada dua, yaitu Nenek Maryama dan Nenek Satuni. Tidak ada generasi muda yang tertarik belajar alat musik tradisional ini (99-101).
Kata Nenek Maryama dalam bahasa Mandar, “Apalah menariknya musik kacaping dengan syair tradisional bagi mereka—generasi muda? (hal 100)”
Keempat pesona Papua dan Suku Aboi, NTT
Cerita menarik lainnya, tentu tentang Papua, dengan segala daya tariknya. Tentang burung surga yang indah, Raja Ampat yang luar biasa, dan kearifan lokal lainnya.
Kemudian di NTT, ternyata masih ada Suku Aboi yang memiliki rumah khas terbuat dari bambu, ilalang, dan kayu. Rumah ini tanpa batu atau semen, namun masih kokoh berdiri. Bertingkat empat, dan mengerucut.
Fala Foka sebutan rumahnya, disebut UNESCO sebagai rumah tradisional bertingkat empat pertama di dunia (hal 172).
Bagaimana keren bukan?
Dua kutipan menghujam sanubari
Terakhir, dalam buku ini banyak sekali kutipan-kutipan menarik. Dua di antaranya yang merasuk dalam sanubari adalah;
“Kayu itu kawan kita, hutan itu teman kita, jangan pikir pendek. Kalau hutan diganti sawit, tanah dijual, mau makan apa anak cucu kita? Bangkai ikan? Sayur daun sawit? Manusia terlalu tamak sekarang, itulah yang bikin dia binasa,” tutur Bandi tokoh Dayak Iban yang disegani hingga ke dunia internasional (hal 84).
“Apalah menariknya musik kacaping dengan syair tradisional bagi mereka—generasi muda? Tutur Nenek Maryama pemusik legendaris kacaping. (hal 100)”
Dua kutipan di atas mengajarkan saya tentang bagaimana seharusnya generasi muda mencintai dan melestarikan alam Indonesia, bagaimana melestarikan warisan nenek moyang, dan mencintainya.
BACA JUGA: 5 Romantika Perjalanan Dari Batu-Samarinda, Menjadi Pembicara di Universitas Mulawarman
Karena, Indonesia lahir dari keberagaman yang luar biasa dari Sabang-Merauke. Bila tak ada keberagaman, tentu bukanlah Indonesia. Maka mari mencinta, menjaga, dan melestarikan segala hal yang ada di Indonesia.
Terakhir, Indonesia itu indah. Kata siapa? Jangan percaya kata orang! Buktikan sendiri jika Indonesia itu indah. Berkelilinglah dan abadikan tiap perjalanan, tuk buktikan jika memang negeri ini indah!
“Terakhir, Indonesia itu indah. Kata siapa? Jangan percaya kata orang! Buktikan sendiri jika Indonesia itu indah. Berkelilinglah dan abadikan tiap perjalanan, tuk buktikan jika memang negeri ini indah!”
Mas… kirimi aku tiketnya, Mas!! Wkwkwkwk…….
Ahh, aku ketinggalan kereta nih kayaknya. Maklum jarang nonton TV dan baca buku. Pasti seru banget film ini.
Harapan sih semoga film dan buku tsb bisa menyadarkan alias menginspirasi pembaca, penonton, dan orang-orang di dunia ini, ya!
Jadi pingin baca bukunya, siapa thau jadi inspirasi buat keliling Indonesia selama 100 hari tanpa jeda 😀
Walau ga mungkin banget bagi saya hihi
tiket apa mbak? tiket nonton komedi puter ya? hehe.. iya mbak film dokumentarnya seru. kemarin coba cari di youtube masih ada beberapa yang diupload. mbak bisa lihat. atau kalau ingin tahu semuanya baca aja bukunya 🙂
hehe, ayo mbak. siapa tahu ada kesempatan. yuk keliling mbak e
Buku ini memang menarik banget. apa lagi buat kamu yang suka traveling.
hehe iya mbak. udah baca?