Saatku jongkok dan bermain dengan HP untuk memesan ojek online. Sesosok pengamen cilik sedang memainkan gitarnya yang mungil, berjalan mendekatiku. Tak tahan melihatnya aku mengeluarkan selembar uang kepadanya.
Tulisan ini tidak berniat sama sekali untuk menceritakan tindakan yang kulakukan. Namun, lebih kepada pengamennya. Aku ingin bercerita tentang pengamen itu. Ah rasanya diriku tak tega menyebutnya dengan pengamen. Pikirku dia masih kecil. Kalau kutebak, dia masih SD sepertinya kelas 3/4.
Dengan kaos dan celana pendek. Dia bergulat dengan debu jalanan menenteng gitar kecil penghasil uang. Kalo soal musik atau gesekan gitarnya terlihat dia belum ahli. Tapi, ya dia kan memang masih kecil.
BACA JUGA:Â Buku Mindset Carol S. Dweck, PH.D: Membuat Anda Sukses dengan Memahami Kekuatan Pola Pikir
Kalau aku bandingkan dengan aku yang dulu. Saat seumuran dia, aku bebas bermain bersama teman atau membangun duniaku sendiri di rumah dengan mobil-mobilan dan orang-orangan.
Aku bebas membuang waktu dengan bermain. Saat lapar aku tinggal minta dengan santai. Atau minta dengan paksaan, yaitu langsung ke penjual makanan/minuman tanpa membawa uang sepeserpun.
Saat itu, ibu tak marah atau memukulku. Saat aku kedinginan. Ibu memberikanku jaket atau selimut. Saat debu menyentuhku, beliau membersihkan dengan air dan kasih sayang. Saat aku lapar, kadang beliau menyuapiku. Sungguh masa yang indah.
Namun jika melihat pengamen cilik itu. Ah…. Betapa beruntung dan bersyukurnya aku masa itu. Dia sudah berjalan ke sana ke mari melawan debu, bisingnya kota untuk dapatkan koin atau lembaran uang.
Dia tak malu menggesek dan menggerakkan tangannya. Dia tak malu menggerakkan bibirnya agar keluar suara. Dia tak malu memandang orang yang baru dikenal. Dia pun tak takut menerjang malam. Hem sungguh luar biasa.
BACA JUGA:Â Buku Muhammad Karya Martin Lings: Membuatku Tersadar Tuk Pelajari Lebih Lanjut Tentang Nabi Muhammad SAW
Tapi apakah sebenarnya dia sadar apa yang dilakukannya. Apakah dia memahami mengamen ini berdampak kepada masa depannya? Apakah dia menikmati?
Bagaimana dia memandang masa bermain/masa kanak-kanak? Bagaimana perasaannya? Setegar dan sudahkah dia makan malam itu? Sudahkah dia sholat malam itu?
Dan berbagai pertanyaan yang yang bersarang dalam benak, yang pasti belum mampu dijawab.
Anak kecil dengan gitar mungil itu seolah berkata padaku. “Hai kakak, lihatlah diriku. Apa yang bisa kamu ambil pelajaran dari diriku? Lihatlah aku kakak. Apabila kau masih menangis, menetes air mata karena tak dapat apa yang kau inginkan, maka lihatlah aku! Apabila kau tak tegar hadapi hidup, lihatlah diriku!”
Ya beragam pertanyaan yang akan muncul ketika aku melihatnya. Bagaimana denganmu? Pertanyaan apa yang muncul ketika melihat anak kecil diwaktu malam, memakai kaos oblong, dengan celana pendek, menenteng gitar?
Apa yang kamu pikirkan? Bisakah kamu mengambil pelajaran ini? Sadarkah kita, jika dia salah satu wasilah dari Allah, untuk menegur/menyadarkan kita akan sesuatu?
Wahai diri, wahai kawanku, lihatlah diri kita. Lihatlah sekeliling kita. Ambillah pelajaran dan hikmah untuk memperbaiki hidup. Banyak perantara yang Allah kirimkan, dalam bentuk/hal tak terduga pada kita. Pekalah, sadarlah, dan berpikirlah.
Terima kasih, pengamen cilik Surabaya.
NB: Jika memang tulisan ini memberi HIKMAH & kamu bisa AMBIL PELAJARAN dari sini. SHARE-lah ke yang lain. Jadikan ia wasilah kebaikanmu/orang-orang disekitarmu. Jika tak ada manfaat, maka jangan sekali-kali di SHARE!
Pengamen cilik yang luar biasa… semoga diberikan rezeki yang melimpah
aamiin,