Pekan ke-5, puncak dobrak diri
Ternyata saya mampu melewati batas yang selama ini saya tempuh. Alhamdulillah.
Kalau cek di google maps dari start pemberangkatan di Daarut Tauhiid, Bandung yang berlokasi di Gegerkalong ke tempat latihan kami di Pusdikjas Kodiklat TNI-AD, Cimahi jarak yang kami (Santri Siap Guna/SSG) tempuh 8 Km dengan waktu tempuh 1 jam 35 menit.
Tapi kemarin lebih dari dua jam perjalanan kami menempuhnya. Karena memang yang menempuh perjalanan ini banyak, total santri akhwat dan ikhwan 600 lebih.
Selain itu kami juga membawa beban yang tak ringan, minimal beban kami dua liter air ukuran 1,5 L. Ini belum barang-barang lainnya ?
Rintik-rintik hujan dan pekat malam tak membuat kami gentar. Saat sore saya berharap dalam hati agar hujan dikala malam tak turun, sebagaimana hari-hari sebelumnya hujan turun.
Alhamdulillah, ternyata malamnya hujan turun, dan ketika kami berangkat, berganti rintik-rintik.
Hadiah dari Allah yang membuat kami tenang, damai, larut dalam pekat dan dzikir, serta badan tak berkeringat sebab telah diselimuti oleh dinginnya malam.
Alhamdulillah syukur kami ya Rabb.
Alhasil perjalanan kami kemarin tak terlalu meletihkan, dibanding jika kami harus berjalan di siang hari. Alhamdulillah tentu semua ini berkat pertolongan Allah.
Dikala malam banyak yang tidur dalam mimpi dan menikmatinya. Kami berjalan jauh dan panjang, menembus jalanan, membawa beban. Kami tak menyesal, kami menikmatinya. Bahkan kami bersyukur berada dibagian ini.
Pertemuan kemarin memberi banyak pelajaran pada diri saya. Apa saja itu? Berikut saya rangkumkan:
Hikmah-hikmah yang saya dapat
Pertama ternyata bisa berjalan lebih dari satu jam
Ya, rekor saya jalan sekitar satu jam dengan kecepatan sedang dengan jarak tempuh belum sampai 8 Km.
Sedangkan kemarin? Saya bisa sampai 8 Km alhamdulillah.
Ini artinya saya mampu melakukannya, jika saya yakin, optimis, dan terus bergantung padaNya.
Teringat dahulu saat masih SMP sungkan untuk jalan kaki. Sebab teman-teman yang lain menggunakan sepeda motor, sedangkan saya?
Pergulatan batin itu terjadi cukup lama, alhamdulillah saat SMK dengan intensitas lebih banyak jalan, perasaan malu telah hilang.
Sekarang, saya bersyukur, sebab masih diberi kesempatan untuk jalan kaki.
Sehingga tak ada lagi alasan untuk tidak bergerak. Tak ada lagi alasan untuk melakukan sesuatu, walau harus berjalan kaki.
Biarlah orang lain naik kendaraannya sendiri misalnya, saya dengan berjalan kaki saja sudah bersyukur. Selain hemat biaya, dan olahraga, aktivitas ini merupakan karuniaNya.
SSG 35, membongkar bentang yang ada dalam diri bahwa berjalan kaki untuk mencapai sesuatu bukanlah sesuatu yang nista. Saya patut bersyukur.
Saudara sepakat dengan sayakan?
Kedua, menikmati ketakutan
Ketakutan bukan untuk disesali. Melainkan untuk disyukuri dan dipikirkan cara menyikapinya. Perbedaan orang gagal dan sukses berada pada bagaimana ia menyikapi ketakutan.
Orang gagal ketika berhadapan dengan ketakutan, dia akan menjauh dan tak ingin melihatnya. Beda dengan orang sukses, ketika melihat ketakutan, mereka memikirkan bagaimana cara menyikapi dan apa pelajaran yang bisa dipetik.
Saat pekan kelima kemarin, hal yang saya belum pernah lakukan adalah repling. Yaitu aktivitas turun dari ketinggian dengan menggunakan tali.
Keahlian ini digunakan untuk turun tebing.
Saya belum pernah melakukan. Jujur ada rasa ketakutan yang melanda. Tapi saya penasaran dan ingin mencobanya.
Saya amati dari para peserta, arahan dari pelatih, dan informasi dari teman tentang cara bagaimana turun yang benar.
Informasi semacam ini cukup membantu persiapan dan mengurangi rasa takut. Sebagaimana pepatah, sedia payung sebelum hujan.
Waktu saya tiba. Saya mulai memakai sarung tangan dan perlengkapan lainnya. Tangan dan kaki siap di tangga. Saya pelan-pelan naik. Menenangkan detak jantung dengan menghirup napas dalam-dalam, menahannya sebentar, dan mengeluarkan dari mulut secara perlahan-lahan.
Alhamdulillah diri menjadi lebih tenang. Saya naik ke atas lagi, melihat sekitar, dan waktu untuk beraksi.
Saya diajak ngobrol oleh pelatih, persiapan cukup, diberi instruksi, dan turun dengan pelan untuk izin memulai.
“Santri Sandi, siap melakukan repling,” begitulah kalimat yang saya ucapkan. Saya pun mulai mempraktikkan informasi yang diberikan oleh pelatih dan teman.
Awalnya ada kesalahan yang saya lakukan, berikutnya alhamdulillah berhasil turun dengan baik.
Ketika kaki menginjak ke tanah. Ingin melakukannya lagi ?
Hahaha, begitulah ketika ketakutan bisa di atasi, kita akan tertantang untuk mencobanya lagi. Terus menjadikan diri yakin kalau ternyata, “Alhamdulillah saya bisa.”
Begitulah jika berfokus pada bagaimana cara mengatasi ketakutan ini? Maka ragam jalan keluar akan tersaji.
Jadi bagi saudara, jangan lari dari ketakutan, tapi hadapilah ketakutan itu! Sejatinya takut adalah jalan untuk menjadi lebih baik lagi.
Ketiga sadar akan benteng dalam diri
Ternyata selama ini benteng itu tumbuh menguat dalam diri. Bagi sebagian orang ia penting untuk perlindung, padahal sejatinya tidak demikian.
Inilah salah satu hikmah pelatihan pekan 1-5, yaitu mendobrak diri.
Menghancurkan dan membuang benteng dalam diri. Sehingga menjadi pribadi yang tidak lari mengahadapi ketakutan, rintangan, dan halangan.
Selanjutnya pribadi yang baik dan kuatlah yang dimiliki.
Tidak mudah memang mengubah sesuatu yang sudah mendarah daging. Tapi jika ingin maju, harus melawan kebiasaan yang katanya baik.
Keempat akan selalu saja ada orang yang menghujat dan semacamnya
Akan selalu ada orang yang gak suka dengan diri kita. Maka hujatan, cacian, makian, dan semacamnya akan selalu ada.
Baik posisi kita di kubu yang baik atau buruk. Inilah dunia. Hujatan itu adalah salah satu cara Allah untuk ampuni dosa kita, menaikkan derajat, dan memperkuat jalan yang sudah dipilih.
Maka kita harus memilih. Kalau saya, Bismillah, saya memilih menjadi orang baik yang tak menghujat.
Kenapa? Dosa banyak, amalan dikit, belum tentu diterima, masak masih mau menghujat?
Saudara pilih yang mana?
Jika kita sadar poin ini, kita tak akan lagi sakit atau bahkan fokus pada hujatan orang. Iyakan?
Kelima kita tak sendiri
Pernahkah saudara beranggapan jika saudara sendiri tak memiliki teman?
Jika itu yang saudara pikirkan, mungkin kurang piknik ?
Keluarlah, ikutilah perkumpulan positif yang sevibrasi. Saudara akan sadar, jika saudara tak sendiri.
Kuncinya, Allah akan pertemukan hambanya dengan yang sevibrasi. Yaitu yang baik dengan yang baik, buruk dengan yang buruk.
Jodoh juga sama, Allah akan pasangkan yang sesuai dengan kualitas diri kita.
Jadi… saudara tak sendiri, minimal ada Allah.
Keenam, mengaktifkan benteng
Ada banyak benteng yang dibangun pelatih kami di antaranya 5 Pantangan DT, yaitu:
- Pantang mengeluh
- Pantang berkhianat
- Pantang kotor hati
- Pantang jadi beban
- Pantang sia-sia
Ketika kami akan melakukan sesuatu yang merugikan, maka benteng di atas akan mengingatkan. Jika tidak diri yang mengingatkan, ya teman yang menegur.
Nikmat bukan?
Kuncinya terus belajar dan praktik. Terus ditambah dengan doa padaNya, agar ilmu yang didapat berkah dan dijauhkan dari ilmu yang gak bermanfaat.
Sip?
Kita perlu perkuat diri dengan benteng-benteng semacam ini, agar tak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan.
Semoga Allah selalu jaga dan beri hidayah kita. Aamiin
Ketujuh mengamati orang, aku belajar
Tak ada yang sia-sia memang. Semua pasti memiliki hikmah.
Pemikiran semacam ini penting tertanam dalam diri. Supaya selalu fokus pada pelajaran yang bisa diambil.
Pelatihan mulai dari pekan 1-5, selalu memiliki hikmah, salah satunya dengan mengamati orang.
Mulai dari bagaimana ia berbicara, bersikap, menempatkan diri, dll.
Mengamati bukan untuk mencari kejelekan orang, melainkan untuk mengambil pelajaran.
Tak ada yang sia-sia. Mengamati saja sudah dapat pelajaran, apalagi berdiskusi?
Saya beberapa kali melakukan peliputan dengan berdiskusi ke narasumber/orang sekitarnya. Hasilnya, banyak pelajaran yang bisa saya petik.
Terpenting, indera yang sudah Allah kasih, kita gunakan untuk mendekat padaNya. Aamiin.
Semoga kita semua selalu dijaga olehNya.
Kedelapan, jangan mendramatisir, tubuh kita mampu ko!
Ya, jangan mendramatisir keadaan, tubuh kita mampu ko! Syaratnya yakin, komunikasi dengan tubuh, dan tentu saja bismillah, meminta pertolongannya.
Pekan ke-5 membuktikan, bahwa tubuh kami mampu beradaptasi! Benteng-benteng yang selama ini menutupi diri untuk berkembang, hancur.
Kami mampu berjalan di malam hari dengan kondisi setelah turun hujan, membawa beban, berjalan lebih dari dua jam dengan jarak tempuh ± 8 Km, tidur di tempat yang biasa saja dengan waktu singkat, dan melewati rintangan yang tak biasa.
Ternyata kami mampu. Walau beberapa santri ada yang kaki dan tangannya lecet.
Itu biasa. Itu bukan hal yang perlu didramatisir.
Poin pentingnya, kita mampu dan bisa menjadi seorang muslim yang kuat dan baik.
Kesembilan segera bergerak waktu habis
Waktu, waktu, dan waktu. Kami di sini diajari untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Seperti ketika diam dan berjalan, kami diingatkan untuk selalu berdzikir.
Tak ada yang sia-sia. Kenapa? Karena waktu terus berputar.
Tak mudah memang membiasakan sesuatu yang baru. Tapi apa pun itu, apalagi kebaikan memang harus dipaksa.
Jika tidak dipaksa, jelas, kebiasaan baik tak akan mampu menggantikan kebiasaan buruk dalam diri.
Setuju?
Seperti menulis pengalaman yang didapatkan setelah mengikuti SSG (Santri Siap Guna) 35, jika saya tak memaksa diri dan komitmen. Tentu saya tak akan hasilkan tulisan ini.
Ini pilihan, sebagaimana saudara memilih untuk membaca ini atau tidak.
Memilih untuk ikut SSG angkatan selanjutnya atau gak.
Ya, tak mudah memang memilih dan praktik itu. Tapi lebih berat lagi, jika tak praktikkan apa sudah didapat.
Hem…
Semoga manfaat dan berkah. Aamiin
Terima Kasih atas renungannya. Mengena banget dalak hati, saya juga adalah org sperti itu dan thank God dari renungan ini saya sadar bahwa saya salah.. terima kasih bro, renungan yang sangat memberkati sekali. God bless you and God bless us all.
alhamdulillah sama-sama, semoga manfaat