Hidup memang harus memilih. Dan tiap hal yang kita lakukan adalah pilihan yang timbulkan konsekuensi. Maju, diam, atau mundur, semua timbulkan dampak.
Inilah fakta yang ada. Kita harus sadar, dan memahami kondisi ini. Agar esok, tak kaget bahkan mengolok-olok pilihan.
Rembulan menampakkan sinarnya yang terang memesona juga tak selalu ada pada malam hari.
Hanya di waktu dan kondisi tertentu, bulan tunjukkan kenapa ia patut untuk dinikmati.
Matahari pun begitu, ada kalanya hasilkan cahaya yang selalu dirindu. Ada kalanya hadirkan sinar terang yang menyengat tubuh, membuat beberapa orang mencibirnya.
Namun keduanya tak menyalahkan pilihan, dampak, bahkan orang yang mencibir.
Kenapa? Sebab sadar, inilah jalan yang harus diambil. Konsekuensi yang harus diterima dan dimaklumi.
Seperti ketika Allah beri kesempatan diri ini untuk kuliah S1. Ibu memberitahu, bahwa ada orang-orang yang mencibir karena saya kuliah.
Saya pun diam tak menanggapi. Yang saya ingat, saya hanya memberi kata-kata penenang buat ibu.
Sadarlah siapa diri ini, bagaimana kondisi keluarga jika dilihat dari luarnya saja. Dan bagi orang-orang seperti mereka, tak layak membalas dengan kata-kata, tapi bukti.
Ya… itu lebih tepat dan anggun.
Ini bukti sederhana, ketika saya memutuskan untuk kuliah, ada ranting-ranting yang menghalangi.
Jika tak melihat jauh ke depan dan bersandar padaNya, mungkin saya tak bisa diwisuda.
Hal lain yang pernah saya rasakan adalah ketika masuk organisasi kampus dan mulai belajar bicara di depan umum.
Ya, ada orang yang mengkritik, sebab saya bicaranya berputar-putar (mbulet). Bagaimana enggak putar-putar, saya belajar bicara di depan umum baru ketika di kampus? Maklum saya termasuk introvet.
Bagaimana saya menanggapinya? Saya tak hiraukan. Saya tetap saja fokus pada karya dan belajar untuk mengeluarkan pendapat.
Hasilnya? Alhamdulillah, karya lewat tulisan bisa, menyampaikan pendapat di depan umum juga mampu. Walau tak sepandai yang lain.
Kemudian ketika saya berada di jalan penulis, juga demikian. Ada yang mendukung, dan mencibir.
Itu tak saya hiraukan juga, lantaran sadar dua hal berseberangan akan selalu mengiringi. Keputusannya ada pada diri memilih yang mana, dan bersandar pada siapa.
Menyadari hal ini, ketika saya memutuskan untuk sederhana dalam menghalalkan. Kemungkinan besar akan ada orang yang mengkritik.
Itu pasti, dan saya telah siap dengan segala kondisi, insyaa Allah.
Saya tak bisa cegah. Karena itu hak mereka. Mereka punya kuasa atas diri mereka sendiri.
Sedangkan diriku, yang punya kuasa adalah saya sendiri. Makanya Allah berfirman dalam QS. Ar-Rad ayat 11, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.
Artinya, ketika nantinya ada yang mengkritik dengan keputusan yang diambil, tak setuju dengan jalan yang dipilih, hal yang harus diperhatikan adalah respon.
Saya meresponnya harus dengan positif. Saya fokus pada alasan kenapa memilih jalan itu, kemudian menjalani dengan HHN (hadapi, hayati, nikmati), berkarya, dan mendekat selalu padaNya.
Itulah hal bijak yang sebaiknya dipilih. Lantaran kita tak akan mampu menyenangkan semua orang.
Tapi apakah dia nanti akan menerima konsekuensi ini?
Insyaa Allah bisa.
Ranting, kerikil, bebatuan, serakan dedauanan yang menghalangi jalan, membuat semakin nikmat jalan itu.
Tapi ya kembali pada siapa yang melewati jalan itu. Dan peka enggaknya seseorang, tergantung bagaimana dirinya melihat.
Selain itu, yang harus dipahami, setiap orang punya jalan masing-masing. Kita tak boleh iri, karena itu karunia Allah.
Menakutkannya ketika iri, ada kecenderungan hati tak suka melihatnya, padahal itu nikmat dari Allah.
Oleh karena itu mendoakan kebaikan pada Muslim lainnya, serta menyadari setulus hati bahwa tiap orang punya jalan masing-masing, adalah hal yang sebaiknya dilakukan.
“Alhamdulillah, mereka dapat karunia seperti itu. Tambahkanlah karunia itu, jaga, dan berkahilah ya Rabb.” Perkataan yang menenangkan hati, daripada iri, tak bertepi. Ingat, bahwa ketika kita memberi kebaikan, itulah yang sesungguhnya kembali ke kita!
Sampai di sini teringat perkataan gurunda, Aa Gym saat pelatihan SSG 35, tiap tempat adalah kelas, tiap orang adalah guru, dan setiap kejadian adalah pelajaran.
Menyadari ini, pasti, ada ragam hikmah dibalik jalan sederhana yang diambil.
Insyaa Allah, semoga Dia membimbing kita semua untuk bisa bersyukur dan memahami tiap hikmah dalam hidup. Aamiin.
Kesimpulannya sederhana adalah pilihan. Menikmati atau enggak, juga pilihan. Mau enggak mau, tiap orang punya jalan masing-masing.
Dan dzkir padaNya adalah penenang hati.