Bismillah
Persembahan puisi hati
Jangan menangis! Jangan bersedih! Cegah itu sebaik mungkin!
Jangan biarkan potensi buruk menguasai diri kita duhai saudaraku!
Sehingga luka yang menganga, tangan yang tergores, kaki yang lecet, atau tubuh yang kotor oleh tanah, membuat hikmah—sebagai karunia besar dari Allah—tak sudi masuk dalam diri kita!
Ah…, jangan sekali-kali, ketika mendapat sesuatu yang tak sesuai dengan zona nyaman diri, terus kita mengiyakannya untuk mengeluh, membenci, marah, dll!
Mari kita cegah duhai saudara! Agar tubuh kita layak disapa hingga disinggahi kemuliaan. Marilah kita mengingat, melihat, memikirkan, dan mengamati orang-orang yang mulia di sisi Allah, pasti mereka diuji.
Iyakan?
Mereka merasakan kepahitan hidup, baru Allah memberinya kemuliaan.
Kita saja, baru merasakan berharganya satu butir nasi, ketika dalam kondisi tertentu kita di tempatkan secara fisik dan psikis.
Setelah itu baru kita sadar bahwa satu butir nasi yang tersisa bahkan jatuh ke bumi, itu sangat berharga. Tak layak sama sekali kita menyia-nyiakannya. Setuju gak?
Jika tak setuju tak apa, mungkin saya saja yang terlalu mendramatisir. Setelah ini, Insyaa Allah, saya tak akan lagi menyia-nyiakan satu butir nasi pun.
Sebab itu begitu berharga.
Sederhanakan? Iya, tapi jika melihat dalam lingkup dunia, tak sesederhana itu. Contoh, satu butir nasi dikalikan dengan 3 miliar kaum muslim, sudah berapa ton tuh?
?
Kita memang diajarkan oleh Allah dan RasulNya untuk tidak melihat sesuatu dari satu sudut pandang. Kita diajarkan untuk melihat sesuatu dari berbagai macam sudut pandang.
Makanya kenapa, kita memiliki dua mata dan dua telinga. Salah satu hikmahnya, agar kita lebih banyak melihat dan mendengar sesuatu, dari sudut pandang yang berbeda.
Sedikit luka, lecet, keringat mengucur, bau yang tak sedap keluar, dan semacamnya. Sejatinya bisa menjadi jalan pintu hikmah turun pada diri kita.
Syaratnya, jangan mengeluh, jangan diam, tapi berpikirlah!
Oleh karena itu di dalam Alquran, Allah banyak mengingatkan, menegur dan menasehati kita untuk selalu berpikir/bertafakur.
Jangan menangis dengan mengeluarkan tetesan-tetesan air dari mata, jika itu bukan untuk dosa!
Luka-luka kecil yang tergores itu tak akan sembuh sedia kala, jika kita mengeluh/tak ridho!
Bahkan sesungguhnya kita patut bersyukur ketika diri tergores, terluka, letih, keluar bau yang tak sedap, letih, memungut sebutir, dua butir nasi yang tercecer, dll.
Karena bisa jadi ini jalan untuk Allah memberi ragam hikmah pada diri. Salah satunya jalan, agar rasa ‘INI GUE, INI LO SAYA’ luntur pada diri.
Sulit memang, jika diri ini berada di zona nyaman. Diri akan terbuai dengan kenikmatan, potensi buruk akan menguasai potensi kebaikan.
Sehingga setiap nikmat yang Allah beri, serasa itu bukan dariNya. Serasa itu ya….., biasa saja. Tak ada sesuatu yang spesial.
Astagfirullah (ampunilah diri ini ya Rabb)! Padahal sebenarnya segala hal yang ada di langit dan bumi, serta di antara keduanya, berasal dariNya.
Lalu kenapa kita tak bersyukur?
Luka-luka itu, tangisan-tangisan, sampai lelah yang mendera merupakan bingkisan istimewa dari Allah.
Hadiah agar kita SADAR, bahwa, “Saya ini lemah. Saya tak punya kuasa. Hanya Allahlah tempat bersadar saya.”
Hadiah agar kita mengerti makna kalimat, Laa haula wa laa quwwata illa billah (Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah).
Maka, jangan menangislah saudaraku, sebab tak ridho!
Tapi menangislah karena kita masih diberi teguran olehNya!
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, berlelah-lelahan, bermandi keringat, debu, dan terluka tubuhnya di jalan Allah.
Masak kita yang mengaku umat Rasulullah, tak sudi tubuh ini lelah, berkeringat, dan terluka di jalanNya?
Walau sepertinya belum layak, apa yang kita kerjakan ini, disejajarkan dengan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tapi setidaknya, ini adalah tangga awal kita mengikuti jejak mereka.
Semoga Allah luruskan niat kita semua. Memberi hidayah dan melayakkan diri kita bisa menjadi bagian dari umat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Aamiin…
***
Jangan menangis sendirian saudaraku!
Menangislah bersama-sama denganku!
Menangis membuat diri sadar, bahwa ia begitu lemah!
Iyakan?
Salam dari saya, pleton 11