Tak menyangka akan berburu Bakpia Pahtok 25 di Yogyakarta langsung ke tempat pembuatannya.
Berbekal informasi dari petugas loket Trans Jogja, uang, dan jiwa petulang, saya beranikan diri mengambil tantangan ini untuk berburu salah satu kuliner khas Yogyakarta.
***
Kita sebagai pejalan hanya bisa merencanakan, dan Allah yang menentukan. Sehingga seorang pejalan harus siap adaptasi dengan berbagi kondisi yang ada.
Sebenarnya perjalanan ini sudah saya lakukan pada November 2017, saat saya mengikuti kegiatan Rona Nusantara 7 di Banten yang diprakarsai oleh Rumah Zakat.
Baru kali ini bisa menuliskannya.
Awalnya memang tidak ada rencana untuk singgah sejenak ke kota gudeg, namun melihat kondisi harga kereta api ke Malang naik, dan saya belum beli oleh-oleh untuk keluarga, langsung deh meluncur.
Ditambah orangtua suka dengan oleh-oleh bakpia, khususnya yang rasa kacang hijau.
Saat di kota istimewa ini, alhamdulilah, ada teman baru dari Rona Nusantara 7, Agus namanya. Sehingga saya tak bingung untuk menitipkan tas, dan istirahat sejenak di kamarnya, plus diajak makan khas Yogyakarta dengan rasa manis dan harga terjangkau.
Alhamdulillah… jika sahabat penyuka pedas, kemudian kulineran di Yogyakarta, alangkah baiknya membawa cabai utuh.
Lantaran kota ini terkenal dengan ciri khasnya “manis.” Kemarin saya pesan makan beserta sambal, eh ternyata sambalnya manis ?. Padahal umumnya, sambal itukan pedas, iya gak?
Sahabat bisa bayangkan tuh kalau berada di posisi saya, penyuka pedas, minta sambal, tapi rasa manis, hehe.
Bakpia Pathok 25 yang #nyamm
Fokus utama saya kemarin ke Yogyakarta adalah cari oleh-oleh, yaitu bakpia pathok.
Kenapa? Sebab oleh-oleh ini termasuk yang digemari oleh keluarga. Ibu, bapak, dan adik suka semua. Nyam…
Saya pun tanya ke beberapa teman yang pernah ke Yogyakarta dan mendapati beberapa referensi. Jujur saat itu saya cari yang harga terjangkau, dan rasa enak ?.
Alhamdulillah saya dapat informasi dari petugas loket Trans Yogyakarta, tempat pembuatan langsung Bakpia Pathok 25. Saya cek google maps, terus tanya langsung rutenya ke sana.
Ternyata rutenya cukup mudah, saya hanya naik Trans Yogyakarta yang 3A dengan membayar tarif Rp 3.500,-. Setelah itu dilanjut jalan kaki sebentar menuju sasaran.
Berbekal google maps, perburuan bakpia dimulai hihi.
Ternyata jika naik trans Yogyakarta, waktu tempuh cukup lama, beda jika menggunakan transportasi semacam ojek online.
Tapi ya gitu sih, harga lebih murah yang Trans Yogyakarta.
Kemarin saya naik dari halte kawasan Museum Monumen Jogja Kembali turun di Halte Ngabean, cukup lama waktu tempuhnya.
Tapi ya saya menikmati saja sih, soalnya memang gak terburu-buru, selain itu juga mau menghemat budget.
Membelah kota, merekam makna, menyesap aroma kota yang selalu dirindukan siapa saja.
Alhamdulillah, akhirnya saya sampai di Halte Ngabean.
Saya buka google maps, dan cek berapa jarak Halte Ngabean ke Pabrik Bakpia Pathok 25, ternyata hanya 850 m dengan jarak tempuh 11 menit.
Saya memutuskan untuk jalan kaki, walau disekitar halte banyak transportasi lokal yang bisa digunakan.
Sebelum melakukan perjalanan, saya melaksanakan shalat dhuhur dahulu.
Sejatinya sholat bukan penghambat seseorang untuk melakukan perjalanan. Bahkan ia sebagai tempat pengisi daya, ketika pejalan telah kehabisan energi (fisik dan jiwa) dalam dirinya.
Alhamdulillah, shalat memberikan energi. Basuhan air wudhu dan setuhan wajah pada bumi mengembalikan kekuatan untuk melangkah kembali.
Sandal gunung saya kencangkan talinya, melihat google maps, menyakinkan diri, dan mengajak tubuh untuk menikmati tiap langkah.
Saya menuju lokasi oleh-oleh impian dengan berjalan kaki. Sesampai di wilayah sana, ternyata ada banyak jenis bakpia pathok.
Tapi saya tetap memilih Bakpia Pathok 25, sesuai referensi dari petugas halte.
Mobil-mobil berjajar, beberapa orang berdiri di depan toko bakpianya. Saya pikir, ramai juga, berarti saya gak salah langkah nih. Alhamdulillah.
Rasa Bakpia Pathok 25 yang makyus
Saya langsung masuk area toko, dan menyaksikan ada wisatawan yang melihat-lihat, membeli, dan ngobrol dengan yang lain.
Sang petugas toko, langsung memberikan saya tester bakpianya. Saya ambil satu dan saya coba dengan posisi jongkong. Alhamdulillah nikmat, ini bakpia yang saya cari.
Rasanya lembut dan enak.
Saya langsung tanya harga dan pesan yang rasa kacang hijau sebanyak tiga buah. Satu bungkus bakpia pathok yang biasa harga Rp 30.000,-.
Namun jika beli langsung ditempat, satu bungkus Rp 25.000,- dapat potongan Rp 5.000,-. Alhamdulillah… Enak bukan?
Jadi uangnya bisa buat beli makan, hehe. Maklum perut sudah keroncongan.
O ya, kemarin ada juga bakpia pathok premium, yang rasanya lebih lembut dari yang saya beli. Tapi tentu, harga pasti bedalah. Penasaran, kayak bagaimana ya rasanya?
Asyiknya lagi, kalau beli di tempat pembuatannya langsung, bakpianya masih hangat. Hem… mantap.
Bagaimana, sahabat tertarik untuk incip langsung ke lokasi Bakpia Pathok 25?
Kalau saran saya sih, tak ada salahnya untuk dicoba, iyakan?