Sekali lagi, aku yakinkan lagi pada diri. Aku tak akan bisa memutar waktu kembali, dan menghapus masa lalu yang kelam. Itu mustahil terjadi.
Yang bisa kulakukan, bertobat, tak mengulangi lagi, dan mengisi masa depan dengan jalan kebaikan. Semoga melalui cara ini, Allah menghapus dosa-dosa lalu itu.
Kemudian memberi anugerah dengan akhir yang baik saat menutup mata. Aamiin
***
Teringat, ceramah beberapa ustadz yang berkeliaran dipikiran. Seperti, Allah gak lihat hasil tapi usaha apa yang bisa dilakukan.
Jika kita sebagai jalan kebaikan, maka pahala itu akan terus mengalir, walau sudah tak di dunia lagi.
Terus kisah dari Ust. Ali, saat beliau ingin umrah, gurunya berpesan yang intinya, “Jika engkau ingin umroh, maka bantulah orang yang umrah.” Qodarullah, beberapa saat kemudian Ust. Ali berangkat umrah gratis. Allahu akbar…
Kemudian tak lupa juga dengan kalimat, “Apa yang kita lakukan, itulah yang kita dapat.”
***
Ajakan jariyah di bus
Kata-kata itu terngiang-ngiang dipikiran. Bus jalur Cileungsi-Bandung pada Selasa (13/3), membawaku menembus batas-batas yang kuciptakan sendiri tanpa sadar, untuk menghalangiku berbuat sesuatu yang tak biasa.
Aku harus melawannya, perjalanan kedua kalinya bertemu dengan para penghafal Alquran di Bekasi, Jawa Barat.
Teringat kata-kata AaGym yang intinya, setiap kejadian tidak ada yang sia-sia, pasti ada hikmah.
Sambil melihat keluar cendela bus, aku berbicara dalam hati, mungkin ini jalan Allah, agar esok diriku dikaruniai keturunan yang cinta pada Alquran.
Selain itu ini juga lahan untuk bisa mendapatkan porsi amal jariyah. Amal yang walaupun diri telah tiada, tetap tersalurkan. Masyaa Allah.
Sebagaimana dalam hadist disebutkan, ada tiga amal yang gak ke putus walau diri sudah tiada yaitu, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh, dan harta yang diinfaqkan di jalan Allah.
Ini kesempatan yang gak boleh disia-siakan. Handphone Zenfone 4 Max Pro kuaktifkan internetnya, dan mulai buat pengumuman ajakan ke beberapa grup blogger.
Begini pesannya:
Amal Jariyah Time
Teman-teman maaf tanya. Adakah di sini yang mau tulis tentang sekolah tahfidz? Yang di dalamnya dididik jadi entrepreneur dan pendakwah internasional?
Namun maaf fee-nya amal jariyah bukan uang?
Yang mau bisa isi email di sini plus nama ya!
Alhamdulillah sudah terdapat 23 blogger yang insyaa Allah siap ambil bagian di jalan ini. Walau memang bahan-bahan—foto, video, dan press release—saya belum siapkan.
Saya juga sudah sampaikan ini ke teman-teman blogger ?. Karena memang ya, saya kondisi masih di perjalanan pulang saat itu.
Maaf ya 😀
Ajakan fotografer dan videografer
Beberapa saat kemudian saya ajak teman yang saya kenal di SSG 35 Dani namanya.
Esoknya, Rabu (14/3) saya mulai buat pengumuman lagi dan share ke grup Mushab bin Umair SSG 35, tanya siapa punya keahlian di foto dan video.
Alhamdulillah ada satu orang yang merespon dan kemudian dia bersedia bergabung, namanya, Agung.
Siangnya saya bertatap muka dengan akhi Dani dan membicarakan hal ini. Alhamdulillah Allah mudahkan, dengan hasil konsep video yang siap untuk dieksekusi.
Malamnya saya baru cerita dengan akhi Agung di grup melalui voice note.
Alhamdulillah Allah mudahkan. Kami siap bersinergi.
Ini yang terpenting, tentang sekolahnya
Sebenarnya ini poin pentingnya… Saudara boleh langsung membaca mulai dari sini ?.
***
Profil singkat
Jadi sekolah tahfidz yang saya maksud namanya DTI (Daarut Tarbiyah Indonesia) lokasinya di depan Kantor Dinas Pendidikan Kota Bekasi.
Dahulunya bernama SMP BPI Ginus. Di sekolah ini digunakan untuk SMP IT (Islam Terpadu) dan SMA IT.
Secara garis besar sekolah ini mencetak penghafal Aquran yang memiliki kemampuan ceramah, dan pengusaha.
Saat kemarin ke sini, usaha yang sudah jalan seperti kaos sablon, membuat tas, dompet, baju, hingga aquascape (fotonya di bawah ya).
Obrolan bersama Riki, penghafal Alquran
Ketika membaca tulisan dibagian ini, masukkan konsep, setiap bertemu orang baru adalah guru.
Sebagaimana saat kami santri SSG 35 diajarkan bahwa, setiap orang adalah guru, setiap kejadian adalah pelajaran, dan setiap tempat adalah kelas.
Sepakat?
Konsep di atas jika kita terapkan dalam prinsip diri, akan menjadikan kita seorang pembelajar yang rendah hati, peka dengan hikmah, dan tak akan pernah memandang sebelah mata orang lain.
Walau usianya masih SMA, dibagian ini dia adalah guru saya.
Tak ada yang sia-sia dalam setiap kejadian, penuh hikmah bagi siapa saja yang memang menginginkannya.
Berawal dari perintah Ust. Ali untuk mengantarkan saya ke kampus STIA Al-Fatah, Bogor, tempat beliau mengajar.
Keesokan harinya setelah shalat Subuh, kami berangkat menggunakan sepeda motor. Sambil menembus lalu lintas yang padat. Saya mulai berbincang-bincang dengan Riki.
Pemuda umur 17 tahun asal Garut. Memiliki potensi dan prestasi dibidang olahraga, seperti sepak bola.
Namun sang keluarga berkata lain, mengarahkan dirinya untuk menjadi seorang penghafal Alquran. Maka sejak SD-sekarang dia proses untuk bisa menghafalkan Alquran 30 juz.
Kita doakan bersama agar dirinya dan seluruh generasi Muslim, khususnya generasi muda menjadi seorang penghafal Alquran ya. Aamiin.
Ingat, ketika kita mendoakan orang lain, kita akan mendapatkan manfaatnya. Jadi jangan lelah dan pelit untuk mendoakan orang lain ya! Karena sejatinya, itu akan kembali ke diri sendiri.
Riki berkisah, jika dahulu hafalannya pernah hilang, karena melakukan suatu kemaksiatan. Akhirnya dia bertobat, dan bertekad untuk menghafalkan kembali.
Salah satu cara yang ia lakukan, menambah waktu bersama Alquran dua jam dari pukul 10 malam s/d 12 malam. Dia biasanya cari tempat yang sepi dan nyaman.
Jadi kalau dia tidur pukul 12 malam, maka ia akan bangun saat sepertiga malam terakhir.
Ah jika dilihat dari luar tanpa diajak diskusi dia dan yang lain biasa saja seperti pemuda umumnya.
Namun jika kita ajak ngobrol, ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik.
Renungan di kala subuh
Ketika ada banyak pemuda seumuran mereka bermain, bersenang-senang, dan bebas terlena.
Mereka tidak.
Dikala ada banyak pemuda bangun subuh dengan tangan halus/suara merdu sang ibu mereka tidak.
Ketika makanan, minuman, dan seragam disiapkan sang ibu, mereka tidak.
Di bawah ini foto saat mereka setelah shalat subuh, membaca Alquran dan bergantian menyetorkan hafalan ke sang Ustadz
Di sini mereka diajari mandiri. Diajari bebas produktif.
Yaitu diajak pikirannya untuk melihat jauh ke depan tentang masa depan, mengenali potensi diri, menjadi orang sukses, hingga tantangan yang esok akan dihadapi.
Sebelum adzan subuh memanggil, mereka sudah terbangun. Bersujud padaNya di sepertiga malam terakhir.
Tahukah, sepertiga malam terakhir itu malam yang mustajabah. Allah sangat dekat dengan hamba-hambaNya di waktu itu. Makanya ulama’ sangat menyarankan kaum Muslim untuk membiasakan melaksanakan shalat tahajud.
Kantuk hingga selimut malam yang hangat mereka tepis.
Setelah shalat subuh, mereka tak langsung tidur.
Tapi mengambil kekasihnya, Alquran, dan mereka berkasih sayang. Membaca berulang-ulang, untuk dihafal, setelah itu disetorkan pada sang ustadz.
Kulihat dari kejauhan, tak ada rasa bosan yang nampak di wajah mereka. Padahal tahukah engkau sahabat, tempatnya tak semewah dan senyaman rumah/pondok pesantren besar yang sudah lama berdiri.
Aku belum mampu untuk mendeskripsikan, namun jika dilihat dari luar, tempatnya sederhana dan tak menarik. Sepertinya tak mungkin, jika mereka melekat di sini karena tempat.
Jika aku coba gali lebih dalam, salah satu yang membuat mereka tetap bertahan, adalah tentang ketulusan dan program-program yang dihadirkan.
Ya, jika kasih sayang dan ketulusan sudah dihadirkan dan menyentuh hati mereka. Pantaslah hingga hari ini mereka tetap bertahan.
Alhamdulillah, tentu semua ini berkat karunia dan pertolonganNya.
Mengaca
Mengamati mereka, saya diajak untuk berkaca ke masa saat umur saya seperti mereka. Mereka beruntung. Alhamdulillah. Umur segitu saya dahulu masih belum percaya diri aktif di organisasi, berbicara di depan umum, dan jauh dari agama.
Sedangkan mereka sebaliknya, sudah diajarkan untuk hafal Alquran, ceramah, shalat tahajud, dll. Alhamdulillah.
Terus, bagaimana dengan saudara sendiri di kala umur masih SMA?
Tak ada yang sia-sia dalam tiap kejadian. Banyak hikmah yang Allah hadirkan, jika kita mau sadar.
Seperti halnya ketika saudara membaca tulisan ini, Allah inginkan sesuatu.
Iya gak?
Sekarang apa langkah yang saudara ambil setelah membaca tulisan ini?
Jika saya, insyaa Allah akan ikut terlibat berkontribusi untuk DTI. Tak peduli, walau kecil!
Tapi yang jelas Allah tak lihat hasil. Allah melihat saya ikut bekontribusi atau tidak.
Saat ini dan seterusnya, bukan masanya lagi untuk mencibir dan menghina. Sudah waktunya untuk kita menentukan sikap/peran.
Iyakan?
Jadi apa sikap/peran saudara?
Yuk ambil peran, apa pun profesi saudara!