Inilah salah satu perjalanan yang membuat makna sharing dan traveling dalam diri berubah.
Entah mulai dari mana saya harus menulisnya. Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari mengikuti kegiatan Rona Nusantara yang diadakan oleh Rumah Zakat di Kampung Leles, Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten pada Jumat-Ahad (24-26 November 2017).
Bismillah,
Saya mulai dari ucapan itu, agar semoga tulisan ini abadi untukku, serta bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Aku berharap, kamu, bisa mendapatkan banyak pelajaran dari tulisan dan foto-foto yang dihasilkan.
Saranku, baca tulisan panjang ini dari awal hingga akhir. Insyaa Allah kamu akan dapatkan banyak manfaat.
Sip?
Mari kita mulai.
Tulisan saya bagi tiga bagian, sebab panjang tulisan total 2.600+ kata. Saya pisah gini, supaya kamu tetap nyaman untuk membacanya.
Daftar Isi
Perkenalan dengan Rona Nusantara
Insyaa Allah perkenalan saya dengan Rona Nusantara dimulai dari pertemanan saya via facebook dengan Mas Yazid, alumni FIM (Forum Indonesia Muda) sekaligus program manager di Relawan Nusantara, Rumah Zakat.
Saat itu, saya diinformasikan oleh beliau tentang pembukaan acara Rona Nusantara di daerah Yogyakarta. Sayangnya saya belum bisa daftar.
Alhamdulillah baru pada Rona Nusantara ke-7, saya dapat kesempatan untuk mengikutinya.
Sebelum memastikan diri ikut, saya menonton video dokumentasi kegiatan Rona Nusantara sebelumnya di youtube.
Dan… setelah melihatnya dari satu video ke video yang lain, keinginan untuk mengikutinya semakin kuat.
Bukan karena kuliatas videonya yang bagus, tapi memang disebabkan oleh pesan yang terkandung dalam makna sharing and traveling. Jika kamu membuka link Rumah Zakat tentang Rona Nusantara, maka kamu akan menemukan kata yang membuat diri serasa ingin ikut, yaitu desa-desa terpencil di Indonesia.
Sebelum lanjut, baiknya kamu lihat video dokumenter di bawah ini:
Bagaimana menurut pendapatmu?
Apakah kalimat ini muncul dibenakmu setelah melihat videonya?
Bagaimana rasanya hidup sehari di desa terpencil ya?
Apa saja pelajaran yang saya dapatkan jika mengikuti Rona Nusantara ini?
Apakah saya mampu berbuat sesuatu untuk saudara-saudara saya di desa-desa terpencil itu?
Sepertinya menarik, konsep sharing and traveling-nya. Gak hanya bersenang-senang, melainkan berbuat sesuatu untuk daerah yang dituju.
Jika iya, kemungkinan besar, kita memiliki kesukaan yang sama, yaitu traveling, dan berbuat sesuatu untuk daerah yang ditinggali.
Perjalanan ke Bandung, berlanjut ke Masjid Agung Sukabumi sebagai titik poin
Akhirnya, saya pun mendaftar Rona Nusantara 7, dan inilah catatan perjalanan, hikmah, dan pelajaran yang saya dapatkan. Saya abadikan sejak hari pertama di Bandung, hingga saya berpisah dengan Desa Sawarna yang memesona.
***
Kusiapkan segala sesuatunya untuk menuju ke Bandung. Membawa sepatu, alat tulis, buku bacaan, dan ragam keperluan dengan tas gunung besar berwarna dominan biru. Tak lupa tas kecil, untuk menaruh alat-alat yang sering dibutuhkan.
Saya tak langsung ke titik kumpul, yaitu Masjid Agung Sukabumi. Melainkan saya pergi ke basecamp Komite Relawan Nusantara dahulu, di Bandung untuk berangkat bersama-sama dengan peserta Rona Nusantara lainnya.
Bertahan selama 22 jam (8.10 WIB s/d 6.30 WIB) lebih di atas Kereta Api Ekonomi Pasundan menuju ke Stasiun Kiaracondong, Bandung.
Ha 22 jam? Yap.
Kalau normal tak ada hambatan, perjalanan Surabaya-Bandung, 15 jaman. Namun kemarin dikarenakan ada kendala di jalur daerah Tasikmalaya.
Kereta yang saya tumpangi pun, baru sampai pukul 6.30-an di stasiun. Apakah lelah?
Jelas lelah merayapi tubuh ini, berjam-jam duduk dan tidur di dalam kereta.
Tapi alhamdulillah, saya tak lelah pikiran. Saya mengontrol diri agar tak kecewa, sedih, dan semacamnya akibat lingkungan.
Pikiran saya fokus pada petualangan yang akan saya lalui, teman-teman baru, serta hikmah yang besar dibalik musibah ini.
Sesungguhnya musibah, cobaan, atau rintangan merupakan kepastian dalam hidup. Diri ini tak mampu lepas/lari dari semua itu. Tapi diri ini punya pilihan, antara menerima dengan berprasangka baik pada Allah atau tidak.
Lewat cara itu, tubuh yang lelah teratasi, alhamdulillah.
Penting untuk diingat, lelah pikiran/perasaan itu lebih berat daripada lelah tubuh. Jika lelah tubuh, dalam kondisi normal, bisa sembuh dalam hitungan hari.
Sedangkan lelah pikiran/perasaan biasanya lebih dari itu. Dan penyembuhannya tak mudah, jika diri sendiri tak yang menyadarinya.
Akhirnya kereta api pun terhenti di Stasiun Kiaracondong. Kami dapatkan informasi, dari pegawai KAI, jika masing-masing penumpang akan mendapatkan makanan dan minuman, sebagai ganti rugi.
“Alhamdulillah,” ucap saya saat masih di dalam kereta. Tapi, saat saya turun, ternyata saya dan beberapa orang yang saya temui hanya mendapatkan minuman.
BACA JUGA: Khusus Kamu yang Mau Praktik! Berikut Cara Agar Kamu Bahagia Setiap Harinya
La… makanan yang dijanjikan mana? ☹
Saya duduk, dan minum untuk melegakan tubuh dan pikiran.
“Alhamdulillah sampai Bandung,” ucap saya.
Kemudian saya kontak Mas Andre—pekerja di Komite Relawan Nusantara sekaligus peserta Rona Nusantara—untuk meminta alamat basecamp.
Jari beralih ke aplikasi Gojek, dan memasukkan alamat penjemputan dan alamat yang dituju. Beberapa menit kemudian saya dikontak pengendara dan kami langsung meluncur ke lokasi.
Sesampai di basecamp, saya disambut oleh Mas Andre, dan di ruang tamu sudah ada peserta lainnya, Bang Indra—asal Batam.
Beberapa menit kemudian datang peserta lain, Indah—wanita berjilbab, yang kerja di Bandung.
Dari perbincangan singkat, saya tahu kalau ternyata Mas Andre aslinya dari Kediri dan kuliah di Universitas Brawijaya, satu angkatan sama saya.
Sedangkan Bang Indra, seorang relawan yang aktif. Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari beliau.
Beberapa menit kemudian, Agus—mahasiswa UGM, Yogyakarta, datang dengan tas ranselnya. Dia seorang mahasiwa yang keren, mendapatkan beastudi etos dari Dompet Dhuafa.
Lima orang tim dari Bandung sudah berkumpul di basecamp, tapi kami belum berangkat, disebabkan masih menunggu Lita—mahasiswa Malang, yang keretanya kena hambatan juga.
Akhirnya sampai pukul 11an, kami memutuskan untuk menjadi dua grup. Grup satu—saya, Bang Indra, Agus, dan Indah—berangkat duluan, dengan terlebih dahulu sholat Jumat di masjid area Terminal Leuwipanjang.
Sedangkan grup dua—Mas Andre dan Lita—menunggu kedatangan Lita, baru berangkat.
Sekitar pukul 1 siang, kami menuju bus MGI, yang tujuannya ke Sukabumi. Biayanya hanya Rp 30.000,-.
Tiga jam kemudian kami sampai di Sukabumi. Disambut dengan rintik-rintik hujan yang meneduhkan.
Kami menyapanya dengan senyum. Hujan tak seyogianya dicaci. Dia juga makhluk Allah. Hujan kita sapa dengan lembut akan memberikan ketenangan dan kedamaian hati.
Seolah-olah tiap butiran air yang jatuh ke bumi, perontok gelisah dan lelah dalam diri.
Sejurus kemudian kami sudah sampai di Masjid Agung Sukabumi. Tempat titik kumpul peserta Rona Nusantara.
Saya menaruh tas, mandi, dan melakukan sholat ashar.
Masjid penenang bagi kami. Lelah yang melanda luruh dengan ketenangan masjid. Cobalah untuk diam sejenak di masjid. Ajak diri untuk menikmati. Bila berontak, paksa diri untuk tetap di masjid. Sejatinya, fitrah tubuh rindu pada penciptanya. Dan masjidlah, rumah Allah itu.
Ternyata begini jalanan menuju Kampung Leles
Dari awal saya sudah siap dengan sebuah petualangan. Apa pun kondisinya, saya siap melewatinya.
Ini akan menjadi pengalaman yang berharga. Saya gunakan mata, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh, untuk merekam tiap sensasi petualangannya.
Dan inilah yang terjadi…
Kami 14 peserta, dengan dominan peserta cewek. Menuju ke lokasi Kampung Leles, Desa Sawarna menggunakan truk TNI.
Gelap menemani, truk berjalan. Ada yang mulai dengan posisi tidurnya, ada yang bermain dengan smartphone-nya, ada juga yang menikmati perjalanan.
Setengah perjalanan awal, jalanan mulus, berikutnya tidak.
Jalanan tak rata, membuat kami bergoyang-goyang, dan beberapa kali terguncang. Tidur pun tak nyenyak dan nyaman.
Sempat beberapa kali diri ini terbentur. Alhamdulillah goyangan itu tak membuat kami mengeluarkan kata-kata kotor. Kami menikmatinya.
Saya perhatikan, ada yang tetap tidur dengan goyangan itu.
Goyangan ini semacam pertanda, bahwa telah menanti petualangan kami yang hebat.
Gambaran awal tentang kampung ini, yang diterangkan oleh Rumah Zakat sebelumnya, membuat mental sudah kami siapkan jauh-jauh hari.
BACA JUGA: Akhirnya Fokus Personal Brand. Lebih Baik Satu, daripada Banyak Gak Dapat Apa-apa
Segala kenyamanan yang selama ini kami dapatkan, siap untuk sementara waktu kami buang. Kami siap belajar.
Kami siap berpetualangan.
Kami berikan ruang tersendiri untuk momen kali ini. Agar pengalaman yang terjadi nanti, tak hilang bak es yang terkena sengatan matahari.
Kami percaya, kami hadir di sini bukanlah tanpa sebab dan maksud. Allah pasti menyiapkan hikmah luar biasa pada kami.
Allah memutuskan sesuatu tak ada yang sia-sia. Begitu juga, kehadiran masing-masing dari kami ke Kampung Leles ini. Tinggal, sekarang masing-masing diri, mau peka/gak.
“Bismillah, Ya Allah mudahkan diri ini untuk memahami hikmah di balik semua ini,”lirihku dalam batin.
Truk melaju menembus sunyi malam. Di dalam truk tak ada perbincangan, selain kami sama-sama menikmati nyanyian malam dan goyangan truk.
Diam itu seolah tanda, lelah yang mendera perjalanan dari masing-masing peserta. Ada mereka yang datang dari Batam, Pekanbaru, Jakarta, dan Yogyakarta.
Yaya… inilah hidup. Tak ada perjalanan yang mulus. Perjalanan yang kadang bergelombang dan tak rata, membuat kami sadar, untuk selalu bersyukur dan ingat, bahwa semua ini hanyalah dunia.
Kami tersenyum, saat truk terhenti di sebuah halaman luas di Desa Sawarna. Saya pikir kampungnya disekitar sini.
Ternyata tidak, kami harus berjalan terlebih dahulu beberapa meter, menembus malam, dan jalanan yang gelap, menuju Kampung Leles.
Melewati jembatan gantung yang bawahnya adalah aliran sungai.
Jika melewati jembatan seperti ini, saya jadi teringat tentang jembatan yang tak layak untuk saudara-saudara kita di daerahnya.
Jembatan ini sebagai penghubung satu kampung dengan lainnya. Bukan hanya dilewati pejalan kaki saja, roda dua pun melewati ini.
Hem… di sini saja, seharusnya diri ini sudah harus bersyukur. Bahwa di luar sana, masih banyak saudara-saudara kita yang tak mendapatkan fasilitas yang layak.
Sesampai di tempat penginapan, saya langsung menaruh tas dan merebahkan badan di lantai.
Tubuh lelah, dengan perjalanan pagi-malam, namun jiwa bergejolak dengan petualangan esok yang akan terjadi. Mataku tutup, dan doa terucap.
Malam ini, saya di Kampung Leles.
Sharing, hari pertama di Kampung Leles
Alarm di smartphone berbunyi, tanda bahwa waktu sholat subuh telah masuk. Diri bangun dari tidur, duduk sejenak, dan segera menuju ke masjid, yang berlokasi di samping tempat penginapan.
Berjalan kurang dari lima menit, kedua kaki ini telah sampai di masjid yang sederhana dengan luas bangunan yang sedang.
Aura tenang, damai menyeruak ke dalam diri. Ini yang dibutuhkan oleh tubuh setiap hamba. Kehambaan padaNya setiap harinya.
Ayam-ayam berkokok, saling sahut menyahut. Hewan-hewan malam tak lelah memainkan simfoni terbaiknya. Ditemani dengan temaram rembulan yang terang.
Saya rindu, dengan momen ini. Momen yang saya bisa dapatkan ketika di desa. Jika di kota, sangat sulit menemukan nyanyian alam semacam ini.
Iyakan?
Air wudhu membasahi tubuh. Membersihkan dosa-dosa dalam diri, menghadap padaNya. Sesaat kami larut dalam sholat, dzikir dan renungan tentang kehidupan.
***
Kegiatan pagi ini setelah sarapan, kami ke SDN 2 Sawarna untuk melakukan bakti pendidikan, berupa kelas motivasi, outbond nusantara, serta memberikan bingkisan sekolah kepada 154 siswa.
Pada sesi kelas motivasi, sejatinya, bukan kami yang mengajarkan mereka.
Tapi kamilah yang belajar ke mereka, bagaimana mengemas pesan agar mudah dipahami oleh mereka.
Saya pribadi merasakan kesulitan ini, ternyata tidak mudah menyampaikan pesan ke mereka.
Setelah ishoma, kami lanjut kegiatan gema bersih hati dan siaga sehat. Sesi ini dibagi dua kelompok, peserta cowok dan beberapa cewek di gema bersih hati, sisanya di siaga sehat.
BACA JUGA: Coban Tengah: Sisi Lain Coban Rondo, Pujon, Kab. Malang dan Wajah Barunya yang Memesona
Kami saling membantu untuk membersihkan Masjid Nurul Falah. Sebelum memasuki Shalat Ashar, kami menyalurkan bantuan berupa Alquran, sajadah, karpet, dan material bilik kamar mandi umum untuk warga Kampung Leles.
Saya jadi tahu, kalau ternyata masih banyak anak-anak muda yang suka dengan budaya Indonesia.
Terima kasih Kampung Leles, engkau mengajarkan saya, bahwa masih banyak anak muda di negeri ini, cinta akan pernak-pernik Indonesia.
Hari kedua, Susur Goa Lalay dan Pantai Tanjung Layar
Ye…. sesi yang ditunggu datang juga.
Pagi itu Kampung Leles, mulai disapa hujan rintik-rintik. Membuat kami tertahan beberapa lama di penginapan.
Pikir saya waktu itu, “Jadi berangkat gak ya dengan kondisi kayak gini?”
Sepertinya ini juga pemikiran peserta Rona Nusantara lainnya ?
Alhamdulillah beberapa menit kemudian, berangkat juga, walau kondisi masih rintik-rintik. Tapi tak jadi soal.
Suasana selesai hujan itu memberikan kenangan dan keindahan tersendiri. Seperti bau tanah yang khas, embun yang cantik, dan bumi yang segar. Menenangkan mata, mendamaikan hati. Iyakan?
Destinasi pertama adalah Goa Lalay, yang terletak di Kampung Cipanas, Desa Sawarna.
Sebagian besar jalur Goa Lalay dilalui dengan melintasi sungai bawah tanah dengan langit-langit goa yang relatif tinggi, serta ditemukan banyak sarang kelelawar (lalay).
Di sini kita dapat menemukan stalakmit yang menyerupai patung keluarga.
Di Kampung Cipanas, sendiri terdapat empat jalur, yaitu jalur Goa Lalay, Goa Abah Salim, Goa Kadir, Goa Rawis.
Tiket masuk ke goa, Rp 5.000,-. Sebelum masuk ke goa, kami dijelaskan terlebih dahulu tentang goa ini.
Saat kami masuk, goa gelap, serasa pikiran masuk ke alam yang nantinya saya akan tempati juga. Di mana, di alam itu, tidak ada teman selain amalan saya sendiri selama di dunia.
Bisa dibayangkan, amalan kita nanti baik atau buruk, bergantung dari amalan kita selama di dunia.
Alhamdulillah kemarin saat ke sini, ada yang membawa senter. Sehingga bisa menjadi penunjuk jalan. Dibeberapa sudut, saat saya lihat ke atas, berkeliaran kelelawar. Ada yang sedang terbang, ada juga yang bersantai.
Momen yang saya suka saat ke Goa Lalay, alam disekelilingnya yang indah. Kami melewati jembatan penghubung, sawah-sawah yang mulai menguning, dan hamparan alam yang menyejukkan mata.
Pemandangan yang di kota, tak lagi ditemui.
Setelah dari sini, kami menuju ke Pantai Tanjung Layar. Pantai dengan halaman parkir yang luas.
Sebenarnya dari tempat ini, selain ada Pantai Tanjung Layar, ada empat pantai lainnya, yaitu Pantai Pasir Putih (800 m), Pantai Karang Beureum (2,6 Km), Pantai Karang Taraje (2,6 Km), dan Legon Pari (2 Km).
Jarak Pantai Tanjung Layar sendiri 1,8 Km. Jika mau ngojek juga ada. Tapi kami memilih jalan kaki, sambil menikmati area pantai.
Dalam perjalanan saya bertemu beberapa bule dengan papan selancarnya. Kemudian saya amati, disekitar pantai sudah banyak berdiri tempat penginapan, WC, tempat makan, sampai toko oleh-oleh ada.
“Wih… keren ini,” pikir saya. Fasilitas sudah lengkap.
Beberapa menit berjalan kaki, alhamdulillah, kami sampai di pantainya. Ditandai dengan tulisan besar berwarna merah Tanjung Layar.
Sebelum bermain di pantai, kami buat formasi untuk foto bersama, hihi.
Selanjutnya kami langsung makan bersama. Nyam… makan dengan alas pantai, memanjang, dengan pemandangan lepas.
Minumnya, kelapa muda. Hem mantap. Sajian yang pas, pelepas dahaga bukan?
Biasanya momen yang dirindu, di acara semacam ini, adalah makan bersama di tempat sederhana dengan kemasan alam yang memesona. Beralas tanah/pasir tak masalah. Lebih dari itu, kenangan yang didapatlah yang mahal.
***
Indahnya…
Pantai selalu memberi kenangan tersendiri. Mengingat pantai, membuat saya ingat akan Indonesia yang memesona.
Alam yang indah, yang sayang jika kita tak mengeksplorasinya. Bukan untuk merusak, melainkan mengenal, mengabadikan, dan mengambil pelajaran dari situ.
Semoga diri ini diberi kesempatan olehNya menjelajahi keindahan Indonesia. Aamiin.
Beberapa waktu kemudian, hujan turun dengan derasnya. Pengunjung langsung merapat, ke warung-warung yang berada dipinggir pantai. Ada yang makan, ada juga yang menikmati hujan turun.
BACA JUGA: Srabi Notosuman Ny. Handayani Menjaga Ke Khasan Sejak 1923
Saat itu beberapa dari peserta dan panitia langsung bermain hujan di pantai. Sedangkan saya? Memilih untuk bersantai dan mengistirahatkan badan. Hehe
Alhamdulillah… menjelang sore saya bangun, dan kami diajak untuk kembali pulang. Walau saat itu hujan turun dengan derasnya.
Saya pun menerobos dengan beberapa teman, menggunakan banner. Ya… minimal agar kepala tidak basah kuyup gitulah ?.
Seru juga. Kami semacam bermain mobil-mobilan secara gotong royong, menembus hujan. Haha..
Kira-kira teman-teman seperti Agus dan Bang Indra apa ingat momen ini ya?
***
Hujan pun belum berhenti. Walau kami sudah membersihkan diri, dan bersiap-siap untuk kembali ke tempat masing-masing.
Seolah-olah, hujan tak rela, kami pulang meninggalkan Banten.
Puisi pun akhirnya tercipta:
Hujan turun dengan deras dan syahdu
Seolah alam pun ikut sedih menyaksiskan perpisahan kami secara fisik ini
Lewat rintik-rintik hujan
Kami dapatkan ragam hikmah tentang kebahagiaan
Tentang kerinduan tanah pada air
Tanaman bertemu air
Tentang kegembiraan di masa kecil
Tentang saling terkaitnya satu sama lain
Ingatan akan anak kecil yang tak takut bermain air
Maka yap,
Perpisahan sebuah keniscayaan
Diri ini tak mampu mengelaknya
Maka jangan terlalu sayang/cinta pada sesuatu,
agar tak timbul kecewa, jika perpisahan menghadap
***
Akhirnya, raga kami meninggalkan Desa Sawarna dengan truk. Meninggalkan segala kenangan dan hikmah yang didapat. Berjauhan dalam fisik, berdekatan dalam jiwa, Insyaa Allah.
Semua diam. Bedanya raut-raut wajah kerinduan, lelah, dan kebahagiaan terpancar dari masing-masing peserta.
Saya pun akhirnya tahu makna dari sharing &traveling.
Sharing itu kewajiban. Ia bagaikan nafas, tidak bisa ditinggal sama sekali, dibutuhkan selalu, kapan saja dan di mana saja. Sebab hak tubuh adalah beribadah kepadaNya.
Sedangkan traveling, adalah cara untuk mengenal diri, memperoleh pengetahuan, hikmah, serta teman baru.
Sehingga sharing and traveling tak bisa ditinggalkan, ia sebaiknya seimbang.
Begitupun dengan mereka, sepertinya juga telah menemukan makna tentang sharing & traveling.
Iyakan?
Bagaimana dengan kamu?
Rona Nusantara, diprakarsai oleh Rumah Zakat. Kegiatan kali ini angkatan ke-7. Rencananya, mereka tiap bulan akan mengadakan kegiatan serupa di desa-desa terpencil di Indonesia.
Tertarik? Segera buktikan sendiri pengalaman luar biasa kamu mengikuti Rona Nusantara angakatan ke-8.
Informasi resmi pendaftaran dll, cek di postingan IG di bawah. Daftar segera di
Gak tau mau koment apa. Specles?
Barakallah untuk kakak kakak perona, semoga allah berkahi setiap langkah kita?
Keren mas ??
?????????????? Tiada perjalanan yg paling indah, melainkan membuat kau semakin dekat dengan_NYA.
Masya Alloh momen Rona Nusantara 7 menjadi sebuah pertemuan serta perpisahan yang bermakna ketika kita bisa menikmati serta mengambil hikmah dari seluruh rangkaian kegiatan yg penuh makna disertai rintikan hujan yg merdu,hehe
Sayonara Ms Sandi semoga perjumpaan kemaren dapat tersambung dikemudian hari.,
Amazing ….
mantapz…!!!?
pengalaman yang tidak akan terlupakan…?
makasih mbak. betul semoga kita selalu ingat dengan pengalaman ini
iya bang. Semoga kita bisa berjumpa kembali di tempat yang memesona, dan mampu kembali mengambil hikmah. aamiin
sip sepakat
makasih Udin.ditunggu tulisanmu
komen apa aja boleh 🙂
Aamiin, semoga kita selalu dalam keberkahan di jalanNya
Membaca tulisan ini mengingatkan saya kembali, saya benar-benar belum move on dengan kisah dibalik desa sawarna, banyak sekali kenangan dan pengalaman indah yang suatu saat akan saya ceritakan kembali sampe anak cucu, saya masih merindukan sambutan hangat masyarakat ketika kami datang, mulai dari anak-anak di SD Sawarna mereka mengingatkan saya akan masa kecil saya (maklum saya orang desa) dimana kalo kedatangan kakak-kakak dari kota menjadi suatu hal yang sangat menyenangkan selalu ditunggu apa yg akan mereka lakukan itulah pikiran saya ketika saya bertemu dengan adek-adek disawarna, seneng banget bisa share kesehatan ke adek-adek disana hal kecil sebetulnya hanya belajar cara mengosok gigi dengan baik tapi tidak semua anak bisa melakukannya dengan baik sehingga saat penerimaan materipun mereka menerima dengan baik karena mungkin ini adalah hal yg baru untuk mereka. Saya punya kenang-kenangan dengan anak kelas 4 SD Sawarna inih, saat saya mencoba memberikan pengetahuan tentang berbagai tugas profesi tenaga kesehatan dari mulai dokter hingga profesi saya sebagai Penyuluh kesehatan mereka sangat awam sekali dengan profesi saya sebagai Public Health.
Saat saya menjelaskan dan mengulang-ngulang soal profesi inih saya coba tanyakan kembali untuk memastikan mereka sudah tau profesi kesehatan apa saja beserta tugasnya.
? : adek-adek Dokter apa tugasnya?
?: Mengobatin pasien ka.
?: Kalo perawat?
?: Merawat pasien ka.
?: Kalo bidan?
?: Menolong persalinan
?: Coba kalo SKM atau Kesmas apa tugasnya, sudah di ulang yaa ini nggk boleh salah lagi.
Saya kasih kode karena mereka kebingungan lupa MEN…… MEN apa coba?
?: MEN Cabut Nyawa kakak.
?: saya mencoba mundur sambil menghela nafas MENCEGAH penyakit adek-adek bukan mencabut nyawa.
Serentak kami tertawa juga mas indra rekan mentor dkelas kami sambil saya bisikan “Mas indra dikelas ini saja profesi saya dikenal sbgai pencabut nyawa”
Ituhlah banyak sekali hikmah yg saya ambil, bahwasannya wajar mereka tidak tau dengan profesi saya karena sekolah didesa kecil ini beda dengan Sekolahan di Kota yang mana ketika setiap pekan selalu ada Public Health yang datang ke skolah menyampaikan materi2 UKS, P3K, kita belajar seputar kesehatan sudah menjadi rutinitas wajib bagi sekolah di Kota, tapi tidak dengan SD Sawarna saya yakin mungkin hanya beberapa kali saja orang2 Kesehatan datang berkunjung dan itupun pasti ketika Imunisasi atau Vaksin.
Saat siaga sehatpun saya berkesempatan untuk memeriksa Cek Metabolik di Masyarakat yang mana saya bener-bener kaget dengan hasil mayoritas pendudukan sawarna Tinggi Hypertensi usia masih muda-muda tapi sudah ada riawayat tinggi Hyipertensi.
Saya selalu tanya kesetiap warga yang sudah saya periksa apa penyebabnya.
Ternyata kalo saya simpulkan mereka kurang pengetahuan akan makanan bergizi itu seperti apa, makanan mereka masih alami mungkin tidak seperti makanan dikota yang kebanyakan Instan, hanya saja karena kurangnya pengetahuan kesehatan mereka tidak tau gizi seimbang itu seperti apa, jika kelebihan konsimsi makanan A akan berdampak seperti apa. Kemudian selain pengetahuan mereka tidak seperti orang kota yang selalu rutin setiap bulan itu harus cek metabolik minimal, untuk memastikan kadar kolestrol, gula, atw Hypertensi mereka normal tidaknya.
Penduduk desa sawarna ini ke Yankes hanya saat mereka sudah merasa sakit, saya selalu terkesima dengan dokter siaga sehat pada saat itu, seolah dokter ini sudah paham betul yg mereka perlukan itu apa dokter jarang sekali memberikam resep obat melainkan lebih banyak berdiskusi tentang PHBS dan gizi seimbang. Saat itu saya mulai paham yang dibutuhkan warga sawarna tidak hanya obat melainkan Edukasi kesehatan.
Saat di kota saya sering mengunjungi masyarakat kota dengan memberikan edukasi tak hanya gizi seimbang melainkan pencegahan-pencegahan penyakit namun tidak dengan penduduk desa sawarna, dengan akses jalan menuju ke desa sawarna ini cukup menyulitkan saya meyakini bahwa mereka hanya mendapatkan fasilitas kesehatan saat posyandu, saat di kota Lansia kita bina untuk menjadi lansia produktif sehat dan bahagia di POSBINDU namun tidak dengan desa sawarna, bahkan desa sawarna tidak memiliki POSBINDU.
Desa sawarna mengajarkan kita untuk bersyukur.
Saya sangay bersyukur saya adalah bagian dari Rona Nusantara ke – 7.
alhamdulillah, makasih sudah berbagi Indah. Alangkah baiknya jika tulisan ini kamu abadikan dalam blog. Insyaa Allah akan banyak orang yang terinspirasi dari tulisanmu
Kalau saya baca di awal, kegiatan ini seperti kegiatan Kelas Inspirasi cuma ada tour wisatanya saja.
Semoga suatu saat bisa ikutan seperti ini
beda bu, maaf, makanya baca penuh tulisannya 🙂 jangan hanya baca di awal
Luar biasa 🙂
Kalau Rona Nusantara ini apa kegiatan tahunan ya? Tapi kalau dah emak2 susah kali ya ikutan haha 😛
Wah senengnya bisa dapat pengalaman dan temen baru.
22 jam mah terbayar ya mas 😀
tiap bulan ada mbak. mereka ngadakan. 🙂 bisa ko mbak. kemarin ada emak2 ikutan 🙂
keren mas ,lanjutkan ..
Wah baru tau nih tentang Rona Nusantara. Menarik banget kegiatannya.. Langsung meluncur ke IG. Mudahan ada kesempatan untuk join kegiatannya..
Yuk2 mbak join, kemarin ada lo, yang orang dari Batam, namanya Bang Indra